Archive for date: July 3rd, 2019
Perundingan RCEP Akan Berdampak Buruk Bagi Masyarakat Pesisir
/in Siaran Pers /by adminkiaraKIARA, Jakarta, 25 Februari 2019 – Indonesia tengah menjadi tuan rumah perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) ke-25 yang berlangsung di Nusa Dua, Bali pada tanggal 19-28 Februari 2019. RCEP adalah bentuk kerjasama ekonomi dan perdagangan di kawasan ASEAN dengan enam Negara mitra ekonominya, yakni: China, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, dan New Zealand. RCEP diarahkan agar menjadi pasar perdagangan bebas terbesar di dunia. Isu yang dirundingkan dalam RCEP tidak hanya mencakup perdagangan barang dan jasa, tetapi juga mencakup perlindungan investasi dan mekanisme penyelesaian sengketanya, E-Commerce, Government Procurement, Perlindungan hak kekayaan Intelektual. Di dalam sektor perikanan, RCEP mendorong liberalisasi jasa perikanan tangkap, dimana negera-negara yang terlibat dalam RCEP akan melakukan penangkapan ikan di perairan Indonesia. Hal ini tentu akan berdampak terhadap eksploitasi sumber daya perikanan Indonesia. Pada saat yang sama, jutaan nelayan tradisional di Indonesia yang tergantung kepada sumber daya perikanan harus bersaing dengan kapal-kapal besar penangkap ikan negara-negara pihak RCEP. “Perundingan RCEP tidak akan memberikan dampak baik sedikitpun bagi kehidupan 8 juta orang nelayan tradisional di Indonesia. Sebaliknya, ini merupakan ancaman yang sangat serius bagi kedaulatan masyarakat,” tegas Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA. Selain akan meliberalisasi jasa perikanan tangkap, RCEP juga akan memuluskan investasi di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, khususnya sektor pariwisata bahari. Pemerintah Indonesia saat ini tengah menggenjot investasi di bidang pariwisata dengan nama Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di 10 kawasan, dimana 7 dari kawasan itu berada di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, yaitu: Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Kuta Mandalika, Labuan Bajo, Morotai, Wakatobi, dan Kepulauan Seribu. Pemerintah Indonesia menempatkan sektor pariwisata sebagai bagian penting dalam pertumbuhan ekonomi, dengan menargetkan pada akhir 2019, mendapatkan devisa sebesar Rp280 triliun. Proyek ini karena terbukti merampas ruang hidup masyarakat pesisir. di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, sebanyak 312 keluarga berkonflik dengan sebuah perusahaan pariwisata dan terancam dikriminalisasi. Di Mandalika, NTB, lebih dari 300 keluarga nelayan diusir dari kawasan pesisir dan kehilangan wilayah tangkapan, sementara itu di Labuan Bajo, lebih dari 1700 keluarga nelayan kehilangan ruang tangkapan. Fakta- fakta ini akan terus terjadi di tempat lain di Indonesia, yang akan dijadikan kawasan pariwisata. “Melalui RCEP, investasi pariwisata semakin diperkuat. Untuk kepentingan pemerintah akan banyak melakukan deregulasi guna menyesuaikan dengan kepentingan investasi. Dalam hal ini, masyarakat pesisir tetap akan menjadi korban,” tutur Susan. Susan meminta pemerintah untuk tidak melanjutkan perundingan RCEP karena tidak akan memberikan apa-apa bagi masyarakat pesisir di Indonesia. “KIARA meminta Pemerintah Indonesia untuk menghentikan perundingan RCEP karena tak memiliki dampak baik bagi kehidupan masyarakat pesisir,” pungkasnya.
Info lebih lanjut : Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA, +62 821-1172-7050
Terdampak Perubahan Iklim, Ribuan Nelayan Demak Alami Kerugian Ekonomi
/in Siaran Pers /by adminkiaraKIARA, Jakarta, 31 Januari 2019 – Krisis iklim yang ditandai dengan berbagai bencana alam di berbagai wilayah di Indonesia terus terjadi. Di kawasan pesisir dan pulau- pulau kecil, dampak buruk krisis iklim sangat dirasakan nelayan dan masyarakat pesisir lainnya, dalam bentuk cuaca buruk dan gelombang tinggi. Dampaknya, tak sedikit nelayan yang harus berhenti melaut demi menghindari bahaya yang lebih besar. Pusat Data dan Informasi KIARA (2019) mencatat, ribuan nelayan di Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah telah berhenti melaut sepanjang tiga pekan ini. Berdasarkan data Bada Pusat Statistik Jawa Tengah tahun 2017, jumlah nelayan tangkap di Kabupaten Demak itu ada 3.486 keluarga. “Dari angka itu, sebanyak 1.336 nelayan tangkap di Kecamatan Wedung tidak bisa melaut sejak tanggal 10 Januari 2019. Dampaknya, kehidupan perekonomian ribuan keluarga nelayan pun terancam,” ungkap Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA).
Selain persoalan tak bisa melaut akibat krisis iklim, ribuan nelayan di Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak juga menghadapi permasalahan abrasi pantai. KIARA menemukan fakta-fakta di lapangan menunjukkan setiap tahun 1 hektar tanah di kawasan pantai di Kecamatan Wedung hilang akibat krisis iklim. “KIARA mencatat abrasi telah mengancam ruang hidup nelayan,” tambah Susan. Dalam kondisi ini, Susan mendesak Pemerintah Republik Indonesia, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk segera melaksanakan mandat Undang- Undang No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. “Salah satu mandat penting dari UU No. 7 Tahun 2016 adalah melindungi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam dari risiko bencana alam, perubahan iklim, serta pencemaran,” katanya. Susan menambahkan, UU No. 7 Tahun 2016 dengan sangat jelas menyebutkan persoalan perubahan iklim sebagai salah satu tantangan utama nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam. Berdasarkan hal itu, UU ini memandatkan pemerintah untuk menyediakan informasi penting terkait dampak perubahan iklim, seperti cuaca buruk, gelombang tinggi, dan bencana alam lainnya. “Jika satu orang nelayan mengalami kerugian akibat tidak melaut, paling sedikit 300 ribu rupiah, maka berapa ratus juta kerugian ekonomi nelayan dalam tiga pekan ke belakang? Persoalan ini harus segera disikapi oleh pemerintah dengan memberikan asuransi sebagaimana dimandatkan oleh pasal 30 ayat 1-6,” tegas Susan. Menurut catatan KIARA, selama ini asuransi yang dimandatkan UU No. 7 tahun 2016 tidak diberikan kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam yang berhak. “Skema pemberian asuransi ini masih bersifat top-down. Kami mencatat, asuransi yang diberikan pemerintah tidak diberikan kepada nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam yang jelas-jelas terdampak perubahan iklim,” tutur Susan. Susan meminta Pemerintah, khususnya KKP untuk segera turun ke Kabupaten Demak, khususnya Kecamatan Wedung, untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh nelayan dan pembudiaya ikan. “Pemerintah harus hadir untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh nelayan Demak,” pungkasnya. (*) Informasi lebih lanjut: Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA, +62 821-1172-7050
Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan
Jl. Tebet Utara 1 C No.9 RT.08/RW.01, Kel. Tebet Timur, Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan. 12820, Indonesia. Tlp/Fax +62-21 22902055
Tentang KIARA
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) adalah organisasi non-pemerintah yang berdiri pada tanggal 6 april 2003. Organisasi nirlaba ini diinisiasi oleh WALHI, Bina Desa, JALA (Jaringan Advokasi untuk Nelayan Sumatera Utara), Federasi Serikat Nelayan Nusantara (FSNN), dan individu-individu yang menaruh perhatian terhadap isu kelautan dan perikanan.