IZIN EKSPOR BENIH LOBSTER INSTAN UNTUK POLITISI,  KIARA: INI PRAKTIK KOLUSI

Siaran Pers

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)

www.kiara.or.id

 

Jakarta, 9 Juli 2020 – Sejak Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan izin ekspor benih lobster melalui Permen KP No. 12 Tahun 2020, berbagai elemen masyarakat mempertanyakan arah dan tujuan kebijakan ini. Pasalnya, dari 30 lebih perusahaan ekspor yang diberikan izin, ternyata banyak politisi partai politik yang berada di balik sejumlah perusahaan tersebut, khususnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Gelora, Partai Gerindra, dan Partai Golkar. 

Susan menilai bahwa banyaknya politisi partai politik yang terlibat dalam bisnis ekspor benih lobster menunjukkan adanya indikasi praktik kolusi yang telah dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Terlebih, Edhy pernah mengeluarkan pernyataan pada tanggal 6 Juli 2020 yang menyebut, jika ada tiga orang yang secara langsung berkorelasi dengannya apa itu suatu bentuk kesalahan? Apakah karena posisinya sebagai seorang menteri, lantas teman-temanya tak bisa berusaha? (Kompas, 6 Juli 2020).

Menurut Susan pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Menteri KP, Edhy Prabowo secara langsung sedang menunjukkan praktik kolusi yang sedang dijalankannya. Bagaimana tidak, dari sekian politisi yang berada di belakang perusahaan ekspor benih lobster, mayoritas adalah politisi Partai Gerindra.

“Pak Edhy Prabowo adalah Wakil Ketua Umum Bidang Keuangan dan Pembangunan Nasional DPP Partai Gerindra, sedangkan para politisi yang mendapatkan izin rata-rata juga dari Partai Gerindra. Apa ini bukan praktik kolusi?” tanya Susan.

Tak hanya itu, Susan juga mempertanyakan izin ekspor benih lobster yang dikeluarkan oleh Edhy Prabowo sangat kilat. “Izin yang terbit dalam waktu satu bulan menunjukkan KKP melanggar aturan sendiri yang telah ia buat,” tambahnya.

Susan menjelaskan, praktik panen berkelanjutan dan budi daya lobster itu tidak bisa dilakukan dalam jangka waktu satu bulan. Butuh waktu kurang lebih 1-2 tahun untuk bisa berbudidaya lobster. “Dengan kata lain, izin ekspor benih lobster itu seharusnya baru bisa dilakukan 1-2 tahun kemudian, bukan dalam hitungan satu bulan,” ungkapnya.

Izin ekspor yang dipaksakan ini dikhawatirkan akan terus mendorong eksploitasi sumber daya kelautan dan perikanan secara tidak terkendali. Apalagi kuota panen ditargetkan oleh pemerintah sebanyak 500 juta benih per tahun. “Kebijakan jangka pendek ini akan berdampak buruk dalam jangka panjang bagi kehidupan nelayan dan keberlangsungan sumber daya perikanan di Indonesia,”  pungkasnya.

 

Informasi lebih lanjut:

Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA, +62 821-1172-7050