KIARA: Presiden SBY Abaikan Pembangunan Kelautan dan Penyejahteraan Nelayan Tradisional
Siaran Pers
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan
Nota Keuangan dan RAPBN 2014
KIARA: Presiden SBY Abaikan Pembangunan Kelautan
dan Penyejahteraan Nelayan Tradisional
Jakarta, 2 September 2013. Anggaran Belanja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di tahun 2014 mengalami penurunan: dari 6,979,5 triliun (APBN-P 2013) menjadi 5,601,5 triliun (RAPBN 2014). Sementara anggaran belanja Negara direncanakan mencapai Rp1.816,7 triliun, naik 5,2 persen dari pagu belanja negara pada APBNP Tahun 2013 yang sebesar Rp1.726,2 triliun.
Abdul Halim, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyatakan, “Pengurangan anggaran ini mencerminkan tiadanya visi kelautan dalam pembangunan Indonesia, meski 70 persen wilayahnya adalah laut. Indikasinya, dari rencana belanja negara sebesar Rp1.816,7 triliun, terdiri atas belanja Pemerintah Pusat Rp1.230,3 triliun dan transfer ke daerah Rp586,4 triliun, anggaran KKP hanya 0,308 persen”.
Dengan anggaran yang minim, upaya penyejahteraan masyarakat nelayan tradisional akan mengalami kendala. Apalagi, tambah Halim, mengacu pada porsi anggaran KKP di tahun 2013, sebaran anggaran terbesar berada di pos program pengembangan dan pengelolaan perikanan tangkap (24,02%), disusul oleh program pengembangan dan pengelolaan perikanan budidaya (17,37%), program pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan (11,51%), dan program pengelolaan sumber daya laut, pesisir dan pulau-pulau-pulau kecil (8,95%). Ironisnya, prioritas anggarannya diarahkan semata untuk meningkatkan peningkatan produksi dan mengenyampingkan kesejahteraan manusianya (baca: nelayan tradisional). Hal ini bisa dilihat di kampung-kampung nelayan yang notabene dikenal sebagai kantong-kantong sumber daya ikan.
Fakta lainnya, Pusat Data dan Informasi KIARA (Agustus 2013) mencatat dalam periode Januari-Juli 2013 sedikitnya 147 nelayan tradisional hilang dan meninggal dunia di laut. “Fakta ini menunjukkan pembiaran Negara atas warganya yang mempertaruhkan nyawa tanpa perlindungan sedikitpun. Potret ini terus memburuk dari tahun ke tahun. Mestinya ada pembenahan pelayanan hak dasar warga oleh Negara, termasuk kepada nelayan perempuan,” jelas Halim.
Karena itu, KIARA meminta Presiden SBY untuk meninjau kembali anggaran belanja kelautan dan perikanan (pusat dan daerah) dengan memprioritaskan pada: (1) pemenuhan hak dasar nelayan tradisional untuk memperoleh perlindungan jiwa dan kesehatan; (2) kemudahan akses modal dan kepastian berusaha di laut; (3) revitalisasi fungsi TPI yang memihak nelayan tradisional; (4) pemerataan pendidikan dan pelatihan kenelayanan (pra hingga pasca tangkap/budidaya); dan (5) terpenuhinya hak dasar nelayan untuk mendapatkan lingkungan hidup dan perairan tradisional yang bersih dan sehat, termasuk di dalamnya air bersih, sanitasi, dan fasum-fasos.***
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:
Abdul Halim, Sekjen KIARA
di +62 815 53100 259