KPK Diminta Tindak Lanjuti Temuan Terkait Coremap

Jakarta (Antara) – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan terkait program Coremap atau pengelolaan terumbu karang.

“Berkaca dari temuan lapangan BPK yang terang menyebutkan ada kerugian keuangan negara, KPK dapat menjadikannya sebagai pintu masuk dan menindaklanjuti indikasi tersebut,” kata Sekjen Kiara Abdul Halim, Selasa.

Menurut dia, pelaksanaan Program Rehabilitasi dan Manajemen Terumbu Karang atau Coremap telah mengakibatkan kerugian keuangan negara.

Ia berpendapat, tiga hal yang patut diperhatikan dari Hasil Pemeriksaan BPK terkait dengan kerugian keuangan negara antara lain pengelolaan dana bergulir tidak berdasarkan prinsip akuntabilitas dan pertanggungjawaban yang semestinya.

Selain itu, lanjutnya, pengawasan dan evaluasi pelaksanaan atas penggunaan dan pelaporan dana bergulir tidak dapat dipakai sebagai ukuran atas pencapaian program tersebut. Sedangkan penggunaan dan pelaporan dana bergulir dinilai juga tidak efektif dan tidak optimal.

Hal itu, ujar dia, menunjukkan proyek Coremap tidak memberikan alternatif yang tepat bagi masyarakat pesisir yang sesuai dengan desain yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat pesisir.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan program Coremap yang sudah dilakukan dalam beberapa tahap itu meningkatkan upaya pengelolaan terumbu karang di Indonesia.

“Program tersebut telah meningkatkan upaya rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang di Indonesia,” kata Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pengelolaan Pulau-pulau Kecil KKP Sudirman Saad.

Menurut dia, saat ini telah dipersiapkan program lanjutan tahap institusionalisasi yang diintegrasikan dengan program inisiasi kawasan segitiga terumbu karang.

Ia juga menyebutkan, penerimaan masyarakat terhadap Coremap, meningkatnya kesadaran dan partisipasi serta bukti-bukti keberhasilan di lapangan telah menumbuhkan komitmen dunia internasional secara responsif.

“Melalui program Coremap, kesadaran masyarakat digugah untuk turut berpatisipasi dalam menjaga dan memanfaatkan sumberdaya secara arif dan bijaksana,” ujarnya.(tp)

Sumber: https://id.berita.yahoo.com/kpk-diminta-tindak-lanjuti-temuan-terkait-coremap-093448473.html

KPK Didesak Tindaklanjuti Kerugian Negara dari Proyek Coremap di KKP

Selasa, 08 April 2014 WIB

JAKARTA, GRESNEWS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi didesak untuk menindaklanjuti temuan kerugian negara dari proyek Rehabilitasi dan Manajemen Terumbu Karang (Coremap) di Kementerian Kelautan dan Perikanan dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Abdul Halim mengatakan, dari temuan BPK terungkap ada penyelewengan dana Coremap II sebesar Rp11,4 miliar. “Ada tiga hal yang patut diperhatikan dari hasil pemeriksaan BPK terkait dengan kerugian keuangan negara,” kata Halim kepada Gresnews.com, Selasa (8/4).

Pertama, pengelolaan dana bergulir (seed fund) tidak berdasarkan prinsip akuntabilitas dan pertanggungjawaban yang semestinya. Kedua, pengawasan dan evaluasi pelaksanaan atas penggunaan dan pelaporan dana bergulir tidak dapat dipakai sebagai ukuran atas pencapaian program tersebut. Ketiga, penggunaan dan pelaporan dana bergulir tidak efektif dan tidak optimal.

Selain indikasi kebocoran keuangan negara, kata Halim, terungkap juga dalam laporan BPK bahwa proyek ini justru bertentangan dengan kebutuhan masyarakat pesisir. Dalam hal ini terkait dengan salah satu poin proyek itu yang menyangkut mata pencaharian alternatif (MPA). Halim mengatakan, secara khusus Laporan BPK menunjukkan desain kegiatan pengembangan MPA pada Kota Batam dan Kabupaten Bintan di Provinsi Kepulauan Riau, tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Temuan BPK Tentang Kerugian Keuangan Negara

NomorTemuan BPK
1Dana bergulir dua desa di Kabupaten Wakatobi tidak lancar pengembaliannya dan belum digulirkan. Pemeriksaan di Desa Langge dan Desa Tampara terdapat 24 orang peminjam dengan nilai total pinjaman sebesar Rp. 206.000.500,00 dengan tunggakan Rp. 157.570.000,00. Tunggakan tersebut disebabkan oleh penghasilan dari peminjaman tidak menentu.

2Perahu senilai Rp6,38 juta di Desa Bawasallo, perahu di Desa Tekolabba senilai Rp8,5 juta, dan perahu di Desa Cindea, Kabupaten Pangkajene, Kepulauan Pangkep senilai Rp9 juta yang diperoleh tahun 2008 dalam kondisi rusak. Ketiga perahu tersebut sudah tidak digunakan sejak tahun 2010 dan saat ini kondisinya terbengkalai dan dipenuhi tanaman rumput.

3Pada tahun 2009, dilakukan peningkatan bangunan bangsal kerja di Desa Malang Rapat sebesar Rp98 juta dan di Teluk Bakau dengan biaya sebesar Rp88,5 juta. Hasil cek fisik pada kedua bangsal tersebut tidak ada kegiatan dan sudah tidak dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pengadaan.

4Pada tahun 2009 di sembilan lokasi COREMAP II di Kabupaten Bintan dibangun MCK dengan hutang dari ADB sebesar Rp270 juta dan APBD sebesar Rp27 juta sebagai dana pendamping. Di Desa Mapur, lokasi MCK bersebelahan dengan gedung sekolah pada kenyataanya bukan desa padat penduduk. MCK berbentuk bangunan permanen yang terdiri dari tiga bilik. MCK tidak dipergunakan oleh masyarakat karena tidak ada air dan pintu dalam kondisi rusak. Sedangkan di Desa Teluk Bakau, pemilihan lokasi MCK berada di belakang rumah penduduk, dalam keadaan tidak terawat dan rusak dengan sebagian atap sudah roboh.

5Di Desa Mampur, Kabupaten Bintan, bantuan bak penampungan air bersih direalisasikan pada tahun 2009 berupa tando beton penampungan air, dengan sumber dana loan ADB Rp100 juta dan APBD Rp9,7 juta atau total Rp109,7 juta. Hasil cek fisik, bak penampungan tersebut tidak berfungsi.
Sumber: Hasil Audit BPK

Karena itu menurut Halim, berkaca dari temuan BPK tersebut, yang terang menyebutkan adanya kerugian keuangan negara, KPK dapat menjadikannya sebagai pintu masuk dan menindaklanjuti indikasi terjadinya tindak pidana korupsi tersebut. Terlebih, Menteri KKP Sharif Cicip Sutadjo justru kembali menyetujui permohonan utang sebesar US$47,38 juta atau setara dengan Rp534,16 miliar untuk program Coremap tahap berikutnya.

Utang sebesar itu akan diperoleh dari Bank Dunia. Selebihnya proyek itu akan didanai dari hibah Global Environmental Facility (GEF) sebesar US$10 juta dan US$5,74 juta yang dibebankan kepada APBN. Penambahan utang ke pihak asing ini dinilai Halim akan membebani keuangan negara. “Apalagi dari temuan BPK sudah mengindikasikan adanya tindak pidana korupsi,” kata Halim.

Sebaliknya, pihak KKP sendiri beralasan program ini justru akan memberikan dampak positif bagi nelayan. Beberapa waktu lalu Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP Toni Ruchimat mengatakan dilanjutkannya program Coremap merupakan bentuk keberhasilan dua program serupa. “Coremap III tahun ini adalah fase pelembagaan,” kata Toni.

Pihak LIPI sendiri terlibat dalam melakukan monitoring. Hasilnya secara umum indikator biofisik yang dicapai program Coremap II meningkat. Data tersebut menyatakan bahwa terjadi peningkatan tutupan karang hidup sebesar 71 persen. Sementara, di Daerah Perlindungan Laut (DPL) terjadi peningkatan sebesar 57 persen. Untuk populasi ikan karang, rata-rata mengalami peningkatan sebesar 3 persen di setiap lokasi.

Dari sisi indikator sosial ekonomi, berdasarkan hasil Implementation Completion Report (ICR) Coremap II, wilayah-wilayah program Coremap telah menunjukan hasil yang memuaskan, terhadap pentingnya konservasi ekosistem terumbu karang. Ini terlihat dari capaian indikator public awareness sebesar 75 persen melebihi 70 persen yang ditargetkan.

Toni mengakui ada sebagain kecil alternatif usaha yang dikembangkan mengalami kemacetan dan berhenti produksi. Namun, kata dia, itu lebih disebabkan oleh minimnya pengetahuan teknis usaha yang dikembangkan.

Reporter : –
Redaktur : Muhammad Agung Riyadi

Sumber: http://www.gresnews.com/mobile/berita/hukum/17084-kpk-didesak-tindaklanjuti-kerugian-negara-dari-proyek-coremap-di-kkp

KPK Didesak Tindaklanjuti Kerugian Negara dari Proyek Coremap di KKP

Selasa, 08 April 2014 WIB

JAKARTA, GRESNEWS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi didesak untuk menindaklanjuti temuan kerugian negara dari proyek Rehabilitasi dan Manajemen Terumbu Karang (Coremap) di Kementerian Kelautan dan Perikanan dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Abdul Halim mengatakan, dari temuan BPK terungkap ada penyelewengan dana Coremap II sebesar Rp11,4 miliar. “Ada tiga hal yang patut diperhatikan dari hasil pemeriksaan BPK terkait dengan kerugian keuangan negara,” kata Halim kepada Gresnews.com, Selasa (8/4).

Pertama, pengelolaan dana bergulir (seed fund) tidak berdasarkan prinsip akuntabilitas dan pertanggungjawaban yang semestinya. Kedua, pengawasan dan evaluasi pelaksanaan atas penggunaan dan pelaporan dana bergulir tidak dapat dipakai sebagai ukuran atas pencapaian program tersebut. Ketiga, penggunaan dan pelaporan dana bergulir tidak efektif dan tidak optimal.

Selain indikasi kebocoran keuangan negara, kata Halim, terungkap juga dalam laporan BPK bahwa proyek ini justru bertentangan dengan kebutuhan masyarakat pesisir. Dalam hal ini terkait dengan salah satu poin proyek itu yang menyangkut mata pencaharian alternatif (MPA). Halim mengatakan, secara khusus Laporan BPK menunjukkan desain kegiatan pengembangan MPA pada Kota Batam dan Kabupaten Bintan di Provinsi Kepulauan Riau, tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Temuan BPK Tentang Kerugian Keuangan Negara

NomorTemuan BPK
1Dana bergulir dua desa di Kabupaten Wakatobi tidak lancar pengembaliannya dan belum digulirkan. Pemeriksaan di Desa Langge dan Desa Tampara terdapat 24 orang peminjam dengan nilai total pinjaman sebesar Rp. 206.000.500,00 dengan tunggakan Rp. 157.570.000,00. Tunggakan tersebut disebabkan oleh penghasilan dari peminjaman tidak menentu.

2Perahu senilai Rp6,38 juta di Desa Bawasallo, perahu di Desa Tekolabba senilai Rp8,5 juta, dan perahu di Desa Cindea, Kabupaten Pangkajene, Kepulauan Pangkep senilai Rp9 juta yang diperoleh tahun 2008 dalam kondisi rusak. Ketiga perahu tersebut sudah tidak digunakan sejak tahun 2010 dan saat ini kondisinya terbengkalai dan dipenuhi tanaman rumput.

3Pada tahun 2009, dilakukan peningkatan bangunan bangsal kerja di Desa Malang Rapat sebesar Rp98 juta dan di Teluk Bakau dengan biaya sebesar Rp88,5 juta. Hasil cek fisik pada kedua bangsal tersebut tidak ada kegiatan dan sudah tidak dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pengadaan.

4Pada tahun 2009 di sembilan lokasi COREMAP II di Kabupaten Bintan dibangun MCK dengan hutang dari ADB sebesar Rp270 juta dan APBD sebesar Rp27 juta sebagai dana pendamping. Di Desa Mapur, lokasi MCK bersebelahan dengan gedung sekolah pada kenyataanya bukan desa padat penduduk. MCK berbentuk bangunan permanen yang terdiri dari tiga bilik. MCK tidak dipergunakan oleh masyarakat karena tidak ada air dan pintu dalam kondisi rusak. Sedangkan di Desa Teluk Bakau, pemilihan lokasi MCK berada di belakang rumah penduduk, dalam keadaan tidak terawat dan rusak dengan sebagian atap sudah roboh.

5Di Desa Mampur, Kabupaten Bintan, bantuan bak penampungan air bersih direalisasikan pada tahun 2009 berupa tando beton penampungan air, dengan sumber dana loan ADB Rp100 juta dan APBD Rp9,7 juta atau total Rp109,7 juta. Hasil cek fisik, bak penampungan tersebut tidak berfungsi.
Sumber: Hasil Audit BPK

Karena itu menurut Halim, berkaca dari temuan BPK tersebut, yang terang menyebutkan adanya kerugian keuangan negara, KPK dapat menjadikannya sebagai pintu masuk dan menindaklanjuti indikasi terjadinya tindak pidana korupsi tersebut. Terlebih, Menteri KKP Sharif Cicip Sutadjo justru kembali menyetujui permohonan utang sebesar US$47,38 juta atau setara dengan Rp534,16 miliar untuk program Coremap tahap berikutnya.

Utang sebesar itu akan diperoleh dari Bank Dunia. Selebihnya proyek itu akan didanai dari hibah Global Environmental Facility (GEF) sebesar US$10 juta dan US$5,74 juta yang dibebankan kepada APBN. Penambahan utang ke pihak asing ini dinilai Halim akan membebani keuangan negara. “Apalagi dari temuan BPK sudah mengindikasikan adanya tindak pidana korupsi,” kata Halim.

Sebaliknya, pihak KKP sendiri beralasan program ini justru akan memberikan dampak positif bagi nelayan. Beberapa waktu lalu Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP Toni Ruchimat mengatakan dilanjutkannya program Coremap merupakan bentuk keberhasilan dua program serupa. “Coremap III tahun ini adalah fase pelembagaan,” kata Toni.

Pihak LIPI sendiri terlibat dalam melakukan monitoring. Hasilnya secara umum indikator biofisik yang dicapai program Coremap II meningkat. Data tersebut menyatakan bahwa terjadi peningkatan tutupan karang hidup sebesar 71 persen. Sementara, di Daerah Perlindungan Laut (DPL) terjadi peningkatan sebesar 57 persen. Untuk populasi ikan karang, rata-rata mengalami peningkatan sebesar 3 persen di setiap lokasi.

Dari sisi indikator sosial ekonomi, berdasarkan hasil Implementation Completion Report (ICR) Coremap II, wilayah-wilayah program Coremap telah menunjukan hasil yang memuaskan, terhadap pentingnya konservasi ekosistem terumbu karang. Ini terlihat dari capaian indikator public awareness sebesar 75 persen melebihi 70 persen yang ditargetkan.

Toni mengakui ada sebagain kecil alternatif usaha yang dikembangkan mengalami kemacetan dan berhenti produksi. Namun, kata dia, itu lebih disebabkan oleh minimnya pengetahuan teknis usaha yang dikembangkan.

Reporter : –
Redaktur : Muhammad Agung Riyadi

Sumber: http://www.gresnews.com/mobile/berita/hukum/17084-kpk-didesak-tindaklanjuti-kerugian-negara-dari-proyek-coremap-di-kkp

KKP: Coremap Tingkatkan Upaya Pengelolaan Terumbu Karang

Nasional | Berita | 2014-04-07 11:44:51 WIB

Jakarta, (Antara) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan program Coremap yang sudah dilakukan dalam beberapa tahap itu meningkatkan upaya pengelolaan terumbu karang di Indonesia.

“Program tersebut telah meningkatkan upaya rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang di Indonesia,” kata Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pengelolaan Pulau-pulau Kecil KKP Sudirman Saad dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Menurut dia, saat ini telah dipersiapkan program lanjutan tahap institusionalisasi yang diintegrasikan dengan program inisiasi kawasan segitiga terumbu karang.

Ia juga menyebutkan, penerimaan masyarakat terhadap Coremap, meningkatnya kesadaran dan partisipasi serta bukti-bukti keberhasilan di lapangan telah menumbuhkan komitmen dunia internasional secara responsif.

“Melalui program Coremap, kesadaran masyarakat digugah untuk turut berpatisipasi dalam menjaga dan memanfaatkan sumberdaya secara arif dan bijaksana,” ujarnya.

Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengkritik program Coremap-CTI yang merupakan program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang di Indonesia karena dinilai akan menambah utang bagi negara.

“Jelang Pemilu 2014, utang negara bertambah dengan proyek Coremap-CTI,” kata Sekretaris Jenderal Kiara, Abdil Halim di Jakarta, Selasa (1/4).

Menurut Abdul Halim, proyek Coremap-CTI membebani keuangan negara dengan meloloskan permohonan anggaran sebesar 47,38 juta dolar AS yang diperoleh dari Bank Dunia.

Ia mengemukakan, berkaca dari tiga fase Coremap sebelumnya, program itu semestinya dihentikan karena tidak ada perubahan membaiknya terumbu karang.

Sebaliknya, ujar dia, proyek tersebut dinilai membebani keuangan negara dan terjadi banyak penyimpangan sebagaimana dilaporkan temuan BPK.

Sebagaimana diketahui, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) telah mengeluarkan hasil audit terhadap indikator kondisi biofisik yang meliputi terumbu karang dan tutupan karang hidup yang dibandingkan dengan kondisi setelah akhir program tidak mengalami perubahan signifikan atau cenderung menurun.

Dengan kata lain, pelaksanaan Coremap pada beberapa kabupaten dinilai tidak memiliki dampak yang signifikan atas peningkatan kelestarian terumbu karang dan kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah Coremap.

Selain itu, lanjutnya, pengelolaan dana bergulir dinilai tidak berdasarkan prinsip akuntabilitas dan pertanggungjawaban yang semestinya, serta penggunaan dan pelaporan dana bergulir tidak efektif, tidak optimal dan banyak penyimpangan.

“Dengan menghentikan proyek hutang tersebut, anggaran negara sebesar 5,74 juta dolar AS atau setara dengan Rp64,71 miliar yang dialokasikan untuk co-financing dapat dimanfaatkan untuk membangun sedikitnya 1.200 rumah yang layak dan sehat bagi masyarakat nelayan,” kata Halim.(*/sun)

Sumber: http://m.antarasumbar.com/?dt=21&id=343150

KKP: Coremap Tingkatkan Upaya Pengelolaan Terumbu Karang

Nasional | Berita | 2014-04-07 11:44:51 WIB

Jakarta, (Antara) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan program Coremap yang sudah dilakukan dalam beberapa tahap itu meningkatkan upaya pengelolaan terumbu karang di Indonesia.

“Program tersebut telah meningkatkan upaya rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang di Indonesia,” kata Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pengelolaan Pulau-pulau Kecil KKP Sudirman Saad dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Menurut dia, saat ini telah dipersiapkan program lanjutan tahap institusionalisasi yang diintegrasikan dengan program inisiasi kawasan segitiga terumbu karang.

Ia juga menyebutkan, penerimaan masyarakat terhadap Coremap, meningkatnya kesadaran dan partisipasi serta bukti-bukti keberhasilan di lapangan telah menumbuhkan komitmen dunia internasional secara responsif.

“Melalui program Coremap, kesadaran masyarakat digugah untuk turut berpatisipasi dalam menjaga dan memanfaatkan sumberdaya secara arif dan bijaksana,” ujarnya.

Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengkritik program Coremap-CTI yang merupakan program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang di Indonesia karena dinilai akan menambah utang bagi negara.

“Jelang Pemilu 2014, utang negara bertambah dengan proyek Coremap-CTI,” kata Sekretaris Jenderal Kiara, Abdil Halim di Jakarta, Selasa (1/4).

Menurut Abdul Halim, proyek Coremap-CTI membebani keuangan negara dengan meloloskan permohonan anggaran sebesar 47,38 juta dolar AS yang diperoleh dari Bank Dunia.

Ia mengemukakan, berkaca dari tiga fase Coremap sebelumnya, program itu semestinya dihentikan karena tidak ada perubahan membaiknya terumbu karang.

Sebaliknya, ujar dia, proyek tersebut dinilai membebani keuangan negara dan terjadi banyak penyimpangan sebagaimana dilaporkan temuan BPK.

Sebagaimana diketahui, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) telah mengeluarkan hasil audit terhadap indikator kondisi biofisik yang meliputi terumbu karang dan tutupan karang hidup yang dibandingkan dengan kondisi setelah akhir program tidak mengalami perubahan signifikan atau cenderung menurun.

Dengan kata lain, pelaksanaan Coremap pada beberapa kabupaten dinilai tidak memiliki dampak yang signifikan atas peningkatan kelestarian terumbu karang dan kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah Coremap.

Selain itu, lanjutnya, pengelolaan dana bergulir dinilai tidak berdasarkan prinsip akuntabilitas dan pertanggungjawaban yang semestinya, serta penggunaan dan pelaporan dana bergulir tidak efektif, tidak optimal dan banyak penyimpangan.

“Dengan menghentikan proyek hutang tersebut, anggaran negara sebesar 5,74 juta dolar AS atau setara dengan Rp64,71 miliar yang dialokasikan untuk co-financing dapat dimanfaatkan untuk membangun sedikitnya 1.200 rumah yang layak dan sehat bagi masyarakat nelayan,” kata Halim.(*/sun)

Sumber: http://m.antarasumbar.com/?dt=21&id=343150

Rehabilitasi Terumbu Karang Telan Rp534,16 Miliar

Rabu, 02 April 2014 08:54.

JAKARTA, KAWANBISNIS -Proyek Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI), akan dilangsungkan kembali pada 2014-2019.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutarjo dinilai membebani keuangan negara dan pemerintahan baru 2014-2019 dengan meloloskan permohonan utang sebesar US$47,38 juta atau setara dengan Rp534,16 miliar untuk proyek rehabilitasi terumbu karang.

Adapun, nilai utang tersebut diperoleh dari Bank Dunia. Selebihnya didanai dari hibah GEF (Global Environmental Facility) sebesar US$10 juta dan US$5,74 juta yang dibebankan kepada APBN.

Abdul Halim, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengatakan, berkaca dari 3 fase COREMAP sebelumnya, sudah semestinya proyek hutang ini dihentikan.

“Selain tidak ada perubahan membaiknya terumbu karang sebagaimana dilaporkan BPK, proyek ini membebani keuangan negara dan terjadi banyak penyimpangan. Dari temuan BPK sudah mengindikasikan adanya tindak pidana korupsi”, katanya dalam keterangan resmi, seperti dikutip bisnis.com Selasa (1/4/2014).

Dalam dokumen berkode P127813 yang dipublikasikan oleh Bank Dunia, disebutkan bahwa Pemerintah Indonesia mengajukan proyek hutang yang dinamai Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI).

Proyek ini mendapat persetujuan Bank Dunia pada 21 Februari 2014 dan akan berakhir pada 2019. Proyek hutang ini merupakan kelanjutan dari proyek serupa sebelumnya yang dibagi ke dalam tiga tahapan: fase inisiasi (1998-2001), fase akselerasi (2011-2007), dan fase institusionalisasi (2007-2013).

Sebagaimana diketahui, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Januari 2012 menemukan beberapa fakta. Hal ini menjadi alasan pihak KIARA mempertanyakan dan menolak adanya poyek lanjutan.

Pertama, desain dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan terumbu karang melalui program COREMAP II, antara lain mata pencaharian alternatif (MPA), dana bergulir (seed fund), pembangunan dan pemanfaatan prasarana sosial belum seluruhnya sesuai dengan desain yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat pesisir;

Kedua, BPK mengeluarkan hasil audit terhadap indikator kondisi biofisik yang meliputi terumbu karang dan tutupan karang hidup yang dibandingkan dengan kondisi setelah akhir program tidak mengalami perubahan signifikan atau cenderung mengalami penurunan dibandingkan kondisi awal (baseline).

Ketiga, pelaksanaan COREMAP II pada beberapa kabupaten tidak memiliki dampak yang signifikan atas peningkatan kelestarian terumbu karang dan kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah COREMAP II.

Keempat, pengelolaan dana bergulir (seed fund) tidak berdasarkan prinsip akuntabilitas dan pertanggungjawaban yang semestinya.

Kelima, pengawasan dan evaluasi pelaksanaan atas penggunaan dan pelaporan dana bergulir tidak dapat dipakai sebagai ukuran atas pencapaian program tersebut.

Keenam, penggunaan dan pelaporan dana bergulir tidak efektif, tidak optimal dan banyak penyimpangan.

“Dengan menghentikan proyek utang tersebut, anggaran negara sebesar US$5,74 juta atau setara dengan Rp64,71 miliar yang dialokasikan untuk co-financing dapat dimanfaatkan untuk membangun sedikitnya 1.200 rumah yang layak dan sehat bagi masyarakat nelayan,” tambah Halim.

Dirinya melanjutkan, KIARA mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai institusi pelaksana untuk menghentikan dan mengembalikan proyek hutang ini.

“Selain itu kedua pihak harus mengedepankan pengelolaan ekosistem laut kepada masyarakat dan pemerintah daerah setempat berbasis kearifan lokal yang sudah mereka jalani secara turun-temurun,” tutup Halim.

Editor: Retna Trilediana Rahmadona

Sumber: http://www.kawanbisnis.com/pilih-kanal-berita/nasional/2548-rehabilitasi-terumbu-karang-telan-rp534-16-miliar

Pengelolaan Kelautan Menuju Liberal

Jakarta-Kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan nasionala dinilai mengarah pada praktek liberalisasi dan mendiskriminasi nelayan tradisional. asing dianggap diberi porsi leluasa, sementara nelayan terus dikebiri hak-hak konstitusionalnya. Abdul halim, Sekretaris jnderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengatakan, ironisnya, praktik ini terjadi sudah sejak kebijakan nasional dirumuskan. itulah koreksi yang harus dilakukan para pemimpin bangsa di Hari Nelayan Indonesia yang diperingati tiap 6 April.

 “Kebijakan pengelolaan sumber daya laut sudah kebablasan tangan asing,” ujar Abdul dalam keterangan resmi, Minggu (6/4). Sebaliknya, implementasi program perlindungan dan pemberdayaan nelayan hanya basa basi dan menciptakan relasi ketidakadilan ala kolonial, buruh-majikan (pemilik Kapal/ tuan tanah dengan nelayan tak berkapal/pembudi daya garam.

 Sumber: Bisnis Indonesia, Kolom Agribisnis, 7 April 2014

Pengelolaan Kelautan Menuju Liberal

Jakarta-Kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan nasionala dinilai mengarah pada praktek liberalisasi dan mendiskriminasi nelayan tradisional. asing dianggap diberi porsi leluasa, sementara nelayan terus dikebiri hak-hak konstitusionalnya. Abdul halim, Sekretaris jnderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengatakan, ironisnya, praktik ini terjadi sudah sejak kebijakan nasional dirumuskan. itulah koreksi yang harus dilakukan para pemimpin bangsa di Hari Nelayan Indonesia yang diperingati tiap 6 April.

 “Kebijakan pengelolaan sumber daya laut sudah kebablasan tangan asing,” ujar Abdul dalam keterangan resmi, Minggu (6/4). Sebaliknya, implementasi program perlindungan dan pemberdayaan nelayan hanya basa basi dan menciptakan relasi ketidakadilan ala kolonial, buruh-majikan (pemilik Kapal/ tuan tanah dengan nelayan tak berkapal/pembudi daya garam.

 Sumber: Bisnis Indonesia, Kolom Agribisnis, 7 April 2014

REHABILITASI TERUMBU KARANG

Bebani Keuangan Negara, Coremap Dipertanyakan

 JAKARTA, KOMPAS – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan menyoroti pertambahan beban utang dari Program Rehabilitasi dan Manajemen Terumbu Karang  (Coremap). Utang negara sebesar 47,38 juta dollar Amerika Serikat atau setara 534 milliar kepada Bank Dunia. Pendanaan dari utang itu dinilai tak rasional mengingat pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan menemukan sejumlah ketidak-efektifan program yang berlangsung tiga periode itu.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim, Senin (7/4), di Jakarta, menyesalkan keputusan Kementrian kelautan dan Perikanan yang meloloskan utang itu. Juli 2013, Kiara mengirimkan petisi kepada Presiden untuk menghentikan utang negara dari Coremap.

Petisi itu ditanggapi Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi dengan mengirim ke Menteri kelautan dan Perikanan. “KKP melalui Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil merespons akan menghentikan Coremap berbasis utang, ternyata Februari 2014 didapati dokumen persetujuan Bank Dunia atas utang baru Coremap 2014-2019. Selain utang dari Bank Dunia, Coremap akan dibiayai dari Global Environmental Facility (GEF) sebesaar 10 juta dollar AS dan dari APBN.

 Pada dokumen kode P127813 yang dipublikasikan Bank Dunia disebutkan, Pemerintah Indonesia mengajukan proyek utang yang dinamai Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Initiative (Coremap CTI). Proyek ini mendapat persetujuan Bank Dunia pada 21 Februari 2014 dan akan berakhir pada 2019.

Proyek utang itu lanjutan proyek serupa yang sebelumnya yang dibagi ke fase inisiasi, akselerasi, dan institusionalisasi. “Berkaca dari tiga fase Coremap sebelumnya, semestinya proyek utang ini dihentikan. selain tidak ada perubahan membaiknya terumbu karang sebagaimana dilaporan BPK, proyek ini membebani keuangan negara dan terjadi korupsi,” ujarnya.

Seperti diberitakan, BPK sudah menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja atas Perlindungan Ekosistem Terumbu Karang tahun 2011 hingga semester I-2012 kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi dan kabupaten/kota di wilayah propinsi Kepulauan Riau dan Sulawesi Selatan, yang tidak efektif/gagal dan terjadi kebocoran dana.

 Melalui keterangan tertulis, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil KKP Sudirman Saad mengatakan, cuplikan Kiara atas Laporan BPK tidak lengkap dan tak menggambarkan keseluruhan program.

 “Jika ditelisik lebih lanjut, laporan pemeriksaan kinerja terinci BPK itu jelas mengatakan bahwa rata-rata terjadi peningkatan pendapatan sebesar 21 persen,” kata Sudirman.

 Ia mengatakan, Coremap berhasil melestarikan terumbu karang alami. melalui program itu kesadaran masyarakat digugah agar turut berpartisipasi menjaga dan memanfaatkan sumber daya secara bijaksana. “Masyarakat diberi alternatif mata pencaharian sehingga terjadi penurunan tekanan terhadap terumbu karang,” ujarnya. (ICH)

 Sumber: Kompas, 8 April 2014