Pembangunan dan Pengelolaan Kapal Inka Mina Rugikan Negara

Pembangunan dan Pengelolaan Kapal Inka Mina Rugikan Negara

Jakarta – Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim mengatakan Program “Pembangunan dan Pengelolaan Kapal Inka Mina Tahun 2010-2013” merugikan keuangan Negara, membebani nelayan dan mangkrak karena tidak bisa dioperasikan.

“Klaim keberhasilan pelaksanaan program Inka Mina bak jauh panggang dari api. Masyarakat nelayan penerima kapal merugi dan bahkan terbebani secara moral akibat kapal tidak bisa dioperasikan. Tidak hanya itu, keuangan Negara juga dirugikan karena gagal menyejahterakan masyarakat perikanan tradisional. Pada titik ini, BPK harus bergerak mengauditnya,” kata Abdul berdasarkan rilis yang diterima Investor Daily, Jakarta, Senin (5/5).

Abdul menerangkan Pusat Data dan Informasi KIARA (Mei 2014) menemukan fakta beberapa Inka Mina yang tersebar sedikitnya di 11 kabupaten/kota mangkrak karena tidak bisa dioperasikan dan membebani nelayan penerima. Berikut di antaranya, sumber diperoleh dari Pusat Data dan Informasi KIARA (Mei 2014), dihimpun berdasarkan keterangan masyarakat nelayan.

1.Kabupaten Bulungan dan Kota Tarakan, Kalimantan Utara.
Sejak diterima, kapal Inka Mina 198 (beroperasi 4 kali) dan Inka Mina 199 (hanya dipergunakan memancing) tidak pernah mendapatkan hasil apapun. Proses pembuatan kapal amburadul. Dalam artian, pengerjaan kapal dilakukan secara sungguh-sungguh saat Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi datang. Di luar itu, pekerja kapal terkesan main-main.
Kedua kapal Inka Mina tersebut, menurut nakhoda Kapal Inka Mina 198, tidak sesuai dengan karakter nelayan yang beroperasi di perairan Kalimantan Timur bagian Utara. Proses pembuatan kapal amburadul. Dalam artian, pengerjaan kapal dilakukan secara sungguh-sungguh saat Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi datang. Di luar itu, pekerja kapal terkesan main-main

2.Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat
Inka Mina di Kabupaten Lombok Tengah, NTB, yakni Inka Mina 124 dan Inka Mina 125 tidak beroperasi dikarenakan biaya operasional yang tinggi dan tidak sesuai kebutuhan nelayan setempat. Inka Mina 124 diketuai oleh Sdr. Musaddat tidak lagi beroperasi karena kardannya rusak. Sudah sekali beroperasi ke Sumba, NTT, tetapi merugi. Inka Mina 125 diketuai oleh Sdr. Dahlan dari Dusun Awang, Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, dan akan dikontrakkan kepada seseorang dari Sumbawa, NTB dengan mekanisme bagi hasil.

3. Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat
Inka Mina 250 di Kabupaten Lombok Timur, NTB, diketuai Sdr. Lukman dari Dusun Toroh Tengan, Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak, sama sekali tidak dilengkapi dengan alat/sarana tangkap sehingga kapal mangkrak sampai dengan hari ini di muara sungai Tanjung Luar. Sejak diserahkan pada tahun 2012, hanya beroperasi sebanyak 2 kali dan merugi.

4. Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat
Inka Mina 18 dikelola oleh nelayan dari Desa Labuhan, Kecamatan Pringgabaya. Sejak diterima pada tahun 2011 sampai hari ini tidak pernah operasi. Bahkan saat diujicobakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Lombok Timur, kapal tidak bisa berjalan, mesin mati dan baling-baling terlepas. Sejak kejadian itu sampai hari ini kapal Inka Mina 18 mangkrak di sungai dan kondisinya hampir sudah tidak bisa terpakai karena sudah bocor dan air laut keluar masuk dan miring.

5. Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Inka Mina di Desa Balauring, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, NTT: (i) penerima kapal ternyata bukan kelompok nelayan dan diambil-alih oleh kepala desa; (ii) dikarenakan alat tangkapnya tidak sesuai, kapal tidak pernah dioperasikan.

6. Kabupaten Indramayu, Jawa Barat
Inka Mina di Indramayu hanya diparkir di TPI Karang Song dikarenakan: (i) tidak ada dana pendampingan nelayan; (ii) spesifikasi kapal tidak sesuai dan dibutuhkan dana sebesar Rp. 100 juta untuk memperbaikinya.

7. Kabupaten Tanjung Balai dan Kota Medan, Sumatera Utara
Di Sumatera Utara, Kapal Inka Mina 63 dan 64 digunakan untuk mengangkut bawang impor dari Malaysia ke Sumatera Utara. Secara fisik, kapal-kapal bantuan tersebut tidak layak untuk kegiatan menangkap ikan. Tingginya ongkos perawatan kapal telah mendorong penggunaan kapal tidak sesuai peruntukannya.

8. Kota Surabaya, Jawa Timur
Kapal Inka Mina di Surabaya, Jawa Timur tidak bisa dioperasikan dikarenakan: (i) kelengkapan kapal yang minim; dan (ii) terbatasnya kapasitas nelayan dalam mengoperasikannya. Belakangan, Dinas Perikanan memilih memasang rumpon di Selat Madura.

9. Kepulauan Riau
Inka Mina 343 di Pulau Panjang, Tanjung Pinang, dijadikan sebagai alat transportasi masyarakat untuk menghadiri resepsi pernikahan.

Oleh karena itu, tambah Halim, KIARA membuka Posko Pengaduan Inka Mina dan melaporkan berbagai temuan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Penulis: C-07/AF

Sumber: http://m.beritasatu.com/hukum/182162-pembangunan-dan-pengelolaan-kapal-inka-mina-rugikan-negara.html

Pembangunan dan Pengelolaan Kapal Inka Mina Rugikan Negara

Pembangunan dan Pengelolaan Kapal Inka Mina Rugikan Negara

Jakarta – Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim mengatakan Program “Pembangunan dan Pengelolaan Kapal Inka Mina Tahun 2010-2013” merugikan keuangan Negara, membebani nelayan dan mangkrak karena tidak bisa dioperasikan.

“Klaim keberhasilan pelaksanaan program Inka Mina bak jauh panggang dari api. Masyarakat nelayan penerima kapal merugi dan bahkan terbebani secara moral akibat kapal tidak bisa dioperasikan. Tidak hanya itu, keuangan Negara juga dirugikan karena gagal menyejahterakan masyarakat perikanan tradisional. Pada titik ini, BPK harus bergerak mengauditnya,” kata Abdul berdasarkan rilis yang diterima Investor Daily, Jakarta, Senin (5/5).

Abdul menerangkan Pusat Data dan Informasi KIARA (Mei 2014) menemukan fakta beberapa Inka Mina yang tersebar sedikitnya di 11 kabupaten/kota mangkrak karena tidak bisa dioperasikan dan membebani nelayan penerima. Berikut di antaranya, sumber diperoleh dari Pusat Data dan Informasi KIARA (Mei 2014), dihimpun berdasarkan keterangan masyarakat nelayan.

1.Kabupaten Bulungan dan Kota Tarakan, Kalimantan Utara.
Sejak diterima, kapal Inka Mina 198 (beroperasi 4 kali) dan Inka Mina 199 (hanya dipergunakan memancing) tidak pernah mendapatkan hasil apapun. Proses pembuatan kapal amburadul. Dalam artian, pengerjaan kapal dilakukan secara sungguh-sungguh saat Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi datang. Di luar itu, pekerja kapal terkesan main-main.
Kedua kapal Inka Mina tersebut, menurut nakhoda Kapal Inka Mina 198, tidak sesuai dengan karakter nelayan yang beroperasi di perairan Kalimantan Timur bagian Utara. Proses pembuatan kapal amburadul. Dalam artian, pengerjaan kapal dilakukan secara sungguh-sungguh saat Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi datang. Di luar itu, pekerja kapal terkesan main-main

2.Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat
Inka Mina di Kabupaten Lombok Tengah, NTB, yakni Inka Mina 124 dan Inka Mina 125 tidak beroperasi dikarenakan biaya operasional yang tinggi dan tidak sesuai kebutuhan nelayan setempat. Inka Mina 124 diketuai oleh Sdr. Musaddat tidak lagi beroperasi karena kardannya rusak. Sudah sekali beroperasi ke Sumba, NTT, tetapi merugi. Inka Mina 125 diketuai oleh Sdr. Dahlan dari Dusun Awang, Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, dan akan dikontrakkan kepada seseorang dari Sumbawa, NTB dengan mekanisme bagi hasil.

3. Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat
Inka Mina 250 di Kabupaten Lombok Timur, NTB, diketuai Sdr. Lukman dari Dusun Toroh Tengan, Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak, sama sekali tidak dilengkapi dengan alat/sarana tangkap sehingga kapal mangkrak sampai dengan hari ini di muara sungai Tanjung Luar. Sejak diserahkan pada tahun 2012, hanya beroperasi sebanyak 2 kali dan merugi.

4. Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat
Inka Mina 18 dikelola oleh nelayan dari Desa Labuhan, Kecamatan Pringgabaya. Sejak diterima pada tahun 2011 sampai hari ini tidak pernah operasi. Bahkan saat diujicobakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Lombok Timur, kapal tidak bisa berjalan, mesin mati dan baling-baling terlepas. Sejak kejadian itu sampai hari ini kapal Inka Mina 18 mangkrak di sungai dan kondisinya hampir sudah tidak bisa terpakai karena sudah bocor dan air laut keluar masuk dan miring.

5. Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Inka Mina di Desa Balauring, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, NTT: (i) penerima kapal ternyata bukan kelompok nelayan dan diambil-alih oleh kepala desa; (ii) dikarenakan alat tangkapnya tidak sesuai, kapal tidak pernah dioperasikan.

6. Kabupaten Indramayu, Jawa Barat
Inka Mina di Indramayu hanya diparkir di TPI Karang Song dikarenakan: (i) tidak ada dana pendampingan nelayan; (ii) spesifikasi kapal tidak sesuai dan dibutuhkan dana sebesar Rp. 100 juta untuk memperbaikinya.

7. Kabupaten Tanjung Balai dan Kota Medan, Sumatera Utara
Di Sumatera Utara, Kapal Inka Mina 63 dan 64 digunakan untuk mengangkut bawang impor dari Malaysia ke Sumatera Utara. Secara fisik, kapal-kapal bantuan tersebut tidak layak untuk kegiatan menangkap ikan. Tingginya ongkos perawatan kapal telah mendorong penggunaan kapal tidak sesuai peruntukannya.

8. Kota Surabaya, Jawa Timur
Kapal Inka Mina di Surabaya, Jawa Timur tidak bisa dioperasikan dikarenakan: (i) kelengkapan kapal yang minim; dan (ii) terbatasnya kapasitas nelayan dalam mengoperasikannya. Belakangan, Dinas Perikanan memilih memasang rumpon di Selat Madura.

9. Kepulauan Riau
Inka Mina 343 di Pulau Panjang, Tanjung Pinang, dijadikan sebagai alat transportasi masyarakat untuk menghadiri resepsi pernikahan.

Oleh karena itu, tambah Halim, KIARA membuka Posko Pengaduan Inka Mina dan melaporkan berbagai temuan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Penulis: C-07/AF

Sumber: http://m.beritasatu.com/hukum/182162-pembangunan-dan-pengelolaan-kapal-inka-mina-rugikan-negara.html

Delapan Perusahaan Kapal Ikan Masuk Daftar Hitam KKP

Delapan Perusahaan Kapal Ikan Masuk Daftar Hitam KKP

Giras Pasopati

Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan delapan perusahaan pembuat kapal dalam daftar hitam karena tidak mampu memenuhi dan melanggar persyaratan dalam membangun kapal Inka Mina.

Muhammad Zaini, Direktur Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan KKP mengatakan, beberapa perusahaan pembuat kapal yang terlambat terkena denda. Adapun besaran denda ditentukan oleh auditor dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Adapun, BPK telah melakukan audit sejak 2011 hingga 2013,” ujarnya di Jakarta, Senin (5/5).

Penyebab masuknya perusahaan tersebut ke dalam daftar hitam antara lain karena tidak bertanggung jawab pasca pembangunan, pengerjaan pembangunan tidak tepat waktu, dan tidak mengerjakan kapal sesuai spesifikasi teknis sesuai kontrak.

Hal itu juga yang menjadi landasan pihak KKP untuk terus memperbaiki program Inka Mina terkait spesifikasi kapal. Menurutnya, beberapa kapal yang tidak memenuhi spesifikasi tersebut bakal terus ditindaklanjuti.

Di sisi lain, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk melakukan audit terhadap proyek pengadaan bantuan 1000 kapal Inka Mina Kementerian Kelautan dan Perikanan  (KKP) 2010-2013.

Laporan tersebut nantinya diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Unit Kerja Presiden (UKP4), maupun pemerintahan hasil Pemilu 2014. KNTI dijadwalkan akan mengirimkan permohonan dan kelengkapan dokumen ke BPK dan UKP4 pada Senin (5/5).

Riza Damanik, Ketua Dewan Pembina KNTI mengatakan, sejak awal, KNTI membuka dialog dengan KKP dan berpartisipasi aktif guna memaksimalkan manfaat program Inka Mina kepada nelayan.

“Namun, proses konstruktif tersebut tidak ditindaklanjuti dengan pembenahan,” katanya dalam keterangan resmi, Minggu (4/5).

Seperti diinformasikan sebelumnya, dari Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, diketahui Kapal Inka Mina 250 baru dua kali beroperasi dan rugi. Saat diserahterimakan 2012 lalu, kapal bantuan tersebut tidak dilengkapi alat tangkap yang memadai.

Adapun, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menilai program “Pembangunan dan Pengelolaan Kapal Inka Mina Tahun 2010-2013” merugikan keuangan Negara, membebani nelayan dan mangkrak karena tidak bisa dioperasikan.

Abdul Halim, Sekjen KIARA menegaskan bahwa, klaim keberhasilan pelaksanaan program Inka Mina bak jauh panggang dari api. Masyarakat nelayan penerima kapal merugi dan bahkan terbebani secara moral akibat kapal tidak bisa dioperasikan.

“Tak hanya itu, keuangan Negara juga dirugikan karena gagal menyejahterakan masyarakat perikanan tradisional. Pada titik ini, BPK harus bergerak mengauditnya,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (5/5).

Pusat Data dan Informasi KIARA (Mei 2014) menemukan fakta beberapa Inka Mina yang tersebar sedikitnya di 11 kabupaten/kota mangkrak karena tidak bisa dioperasikan dan membebani nelayan penerimanya.

Daftar Hitam Perusahaan Pembuat Kapal Inka Mina

1. PT. Lion Fiberglass dan (Tanggerang)

2. PT. Aru Marine Fish (Tanggerang)

3. CV. Carita Boat (Tanggerang)

4. PT. Wirakarsa Konstruksi (Bulukumba)

5. PT. Soesanto Soekardi Boatyard (SSB) (Kronjo Tanggerang)

6. CV. Sumber Harapan (Bulukumba)

7. PT. Phinisi Semesta (Bulukumba)

8. CV. Sahabat Sejati (Kupang)

Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014.

Editor : Ismail Fahmi

Sumber: http://m.bisnis.com/industri/read/20140505/99/224946/delapan-perusahaan-kapal-ikan-masuk-daftar-hitam-kkp