Usut Kasus Proyek Inka Mina

Sektor Kelautan | Hentikan Program Bantuan Gratis

Usut Kasus Proyek Inka Mina

JAKARTA – Koalisi Rakyat untuk Peradilan Perikanan (Kiara) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut kasus dugaan penggelembungan proyek program bantuan 1.000 kapal Inka Mina periode 2009–2014 senilai 1,5 triliun rupiah oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Kami tengah mempersiapkan bukti-bukti autentik untuk melaporkan kasus ini ke KPK. Kami harapkan dua bukti awal yang tengah kami kumpulkan ini dapat rampung segera sehingga paling lambat bulan Juni mendatang semua bukti tersebut akan kami laporkan ke KPK,” kata Sekretaris Jenderal Kiara, Abdul Halim, yang dihubungi, Minggu (4/5).

Dia mengatakan beberapa persoalan yang ditemukan antara lain target pelaksanaan anggaran pengadaan kapal tidak tercapai. Spesifikasi kapal tidak sesuai dengan jumlah alokasi yang dianggarkan tiap unitnya, baik kualitas kapal, kualitas mesin, maupun sarana tangkap yang disediakan.

Selain itu, berdasarkan perhitungan nelayan, terdapat indikasi kenakalan pemenang tender pengadaan kapal. Hal itu dilakukan dengan mengurangi spesifikasi kapal dan lambat dalam menyelesaikan target terbangunnya kapal.

Dari pantauan Kiara dari tahun 2010 hingga 2013, berdasarkan informasi dari para nelayan yang menerima bantuan ini, sebenarnya harga dari kapal tersebut per unitnya tidak sampai 1,5 miliar rupiah. Spesifikasi kapal tidak sesuai dengan alokasi yang dianggarkan tiap unitnya, baik kualitas kapal, kualitas mesin, dan sarana tangkap yang disediakan.

Sebenarnya, kata dia, indikasi penyelewengan itu telah dilaporkan dan diketahui oleh KKP. Para nelayan telah melaporkan bahwa ada sekitar lima hingga enam perusahaan pembuat kapal untuk program ini yang melakukan kecurangan, mulai dari melakukan mark up harga hingga pengadaan kapal yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang dijanjikan.

Upaya Kiara membawa kasus tersebut ke ranah hukum mendapat dukungan dari Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), Rokmin Dahuri.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu mengatakan sah-sah saja jika ada pihak yang memiliki bukti-bukti kuat terkait adanya penyelewengan ataupun penyalahgunaan kekuasaan pada program pengadaan 1.000 kapal Inka Mina tersebut.

“Dengan dibawanya kasus dugaan penyelewengan ini ke ranah hukum, diharapkan ada efek jera dan menjadi pembelajaran bagi mereka yang terlibat. Biarkan masalah ini diselesaikan oleh pihak yang berwajib,” ungkapnya.

Rokhmin sebenarnya menyayangkan program Inka Mina yang dilaksanakan KPP tersebut. Menurut dia, program pengadaan atau pemberian 1.000 kapal Inka Mina secara cuma-cuma kepada nelayan tidak mendidik. Sebab, untuk membangun bangsa dengan menyejahterakan nelayan bukan dengan cara memberikan kapal secara gratis.

Program tersebut, menurut Rokhmin, akan membuat nelayan menjadi malas. Mereka akan selalu meminta kepada pemerintah tanpa ada usaha membebaskan dirinya dari kemiskinan.

Selain itu, lanjutnya, jika nantinya usaha yang dilakukan gagal, para nelayan tidak terpacu untuk bangkit kembali karena selama ini apa yang diusahakan merupakan pemberian gratis dari pihak lain, bukan hasil pengorbanannya.

Program pengadaan 1.000 kapal Inka Mina secara gratis tersebut diduga sarat dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme. “Karena itu, kami mengharapkan keberanian dari KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian untuk menuntaskan kasus yang terindikasi terjadi penyelewengan ini,” katanya.

Harus Dihentikan

Ke depan, kata Rokhmin, pemerintah hendaknya meniadakan program-program pemberian bantuan kepada masyarakat secara gratis atau tanpa syarat. “Bantuan yang berikan hendaknya dengan pemberdayaan masyarakat, mulai dari pemberian bantuan modal atau kerja secara dipinjamkan, pelatihan keterampilan sumber daya manusia dan lainnya,” katanya.

Menurut Rokhmin, upaya menyejahterakan nelayan akan lebih efektif jika pemerintah mendorong permodalan untuk nelayan kecil, pelatihan keterampilan untuk mengoperasikan ukuran besar, pembenahan infrastruktur perikanan, dan jaminan pasar.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Riza Damanik, mengatakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPP) telah gagal melaksanakan program pengadaan 1.000 kapal Inka Mina. “Program ini tidak berkontribusi positif terhadap penambahan jumlah kapal ikan secara nasional. Hal ini karena proyek pengadaan bantuan 1.000 kapal bagi nelayan itu sarat manipulasi,” katanya. mza/ers/E-3

Sumber:  http://koran-jakarta.com/?11354-usut%20kasus%20proyek%20inka%20mina

Usut Kasus Proyek Inka Mina

Sektor Kelautan | Hentikan Program Bantuan Gratis

Usut Kasus Proyek Inka Mina

JAKARTA – Koalisi Rakyat untuk Peradilan Perikanan (Kiara) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut kasus dugaan penggelembungan proyek program bantuan 1.000 kapal Inka Mina periode 2009–2014 senilai 1,5 triliun rupiah oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

“Kami tengah mempersiapkan bukti-bukti autentik untuk melaporkan kasus ini ke KPK. Kami harapkan dua bukti awal yang tengah kami kumpulkan ini dapat rampung segera sehingga paling lambat bulan Juni mendatang semua bukti tersebut akan kami laporkan ke KPK,” kata Sekretaris Jenderal Kiara, Abdul Halim, yang dihubungi, Minggu (4/5).

Dia mengatakan beberapa persoalan yang ditemukan antara lain target pelaksanaan anggaran pengadaan kapal tidak tercapai. Spesifikasi kapal tidak sesuai dengan jumlah alokasi yang dianggarkan tiap unitnya, baik kualitas kapal, kualitas mesin, maupun sarana tangkap yang disediakan.

Selain itu, berdasarkan perhitungan nelayan, terdapat indikasi kenakalan pemenang tender pengadaan kapal. Hal itu dilakukan dengan mengurangi spesifikasi kapal dan lambat dalam menyelesaikan target terbangunnya kapal.

Dari pantauan Kiara dari tahun 2010 hingga 2013, berdasarkan informasi dari para nelayan yang menerima bantuan ini, sebenarnya harga dari kapal tersebut per unitnya tidak sampai 1,5 miliar rupiah. Spesifikasi kapal tidak sesuai dengan alokasi yang dianggarkan tiap unitnya, baik kualitas kapal, kualitas mesin, dan sarana tangkap yang disediakan.

Sebenarnya, kata dia, indikasi penyelewengan itu telah dilaporkan dan diketahui oleh KKP. Para nelayan telah melaporkan bahwa ada sekitar lima hingga enam perusahaan pembuat kapal untuk program ini yang melakukan kecurangan, mulai dari melakukan mark up harga hingga pengadaan kapal yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang dijanjikan.

Upaya Kiara membawa kasus tersebut ke ranah hukum mendapat dukungan dari Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), Rokmin Dahuri.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu mengatakan sah-sah saja jika ada pihak yang memiliki bukti-bukti kuat terkait adanya penyelewengan ataupun penyalahgunaan kekuasaan pada program pengadaan 1.000 kapal Inka Mina tersebut.

“Dengan dibawanya kasus dugaan penyelewengan ini ke ranah hukum, diharapkan ada efek jera dan menjadi pembelajaran bagi mereka yang terlibat. Biarkan masalah ini diselesaikan oleh pihak yang berwajib,” ungkapnya.

Rokhmin sebenarnya menyayangkan program Inka Mina yang dilaksanakan KPP tersebut. Menurut dia, program pengadaan atau pemberian 1.000 kapal Inka Mina secara cuma-cuma kepada nelayan tidak mendidik. Sebab, untuk membangun bangsa dengan menyejahterakan nelayan bukan dengan cara memberikan kapal secara gratis.

Program tersebut, menurut Rokhmin, akan membuat nelayan menjadi malas. Mereka akan selalu meminta kepada pemerintah tanpa ada usaha membebaskan dirinya dari kemiskinan.

Selain itu, lanjutnya, jika nantinya usaha yang dilakukan gagal, para nelayan tidak terpacu untuk bangkit kembali karena selama ini apa yang diusahakan merupakan pemberian gratis dari pihak lain, bukan hasil pengorbanannya.

Program pengadaan 1.000 kapal Inka Mina secara gratis tersebut diduga sarat dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme. “Karena itu, kami mengharapkan keberanian dari KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian untuk menuntaskan kasus yang terindikasi terjadi penyelewengan ini,” katanya.

Harus Dihentikan

Ke depan, kata Rokhmin, pemerintah hendaknya meniadakan program-program pemberian bantuan kepada masyarakat secara gratis atau tanpa syarat. “Bantuan yang berikan hendaknya dengan pemberdayaan masyarakat, mulai dari pemberian bantuan modal atau kerja secara dipinjamkan, pelatihan keterampilan sumber daya manusia dan lainnya,” katanya.

Menurut Rokhmin, upaya menyejahterakan nelayan akan lebih efektif jika pemerintah mendorong permodalan untuk nelayan kecil, pelatihan keterampilan untuk mengoperasikan ukuran besar, pembenahan infrastruktur perikanan, dan jaminan pasar.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Riza Damanik, mengatakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPP) telah gagal melaksanakan program pengadaan 1.000 kapal Inka Mina. “Program ini tidak berkontribusi positif terhadap penambahan jumlah kapal ikan secara nasional. Hal ini karena proyek pengadaan bantuan 1.000 kapal bagi nelayan itu sarat manipulasi,” katanya. mza/ers/E-3

Sumber:  http://koran-jakarta.com/?11354-usut%20kasus%20proyek%20inka%20mina

KIARA: Sedikitnya 11 Kabupaten/Kota Penerima Kapal Inka Mina Membebani Nelayan dan Merugikan Keuangan Negara

Siaran Pers

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan

www.kiara.or.id

 

KIARA: Sedikitnya 11 Kabupaten/Kota Penerima Kapal Inka Mina

Membebani Nelayan dan Merugikan Keuangan Negara 

Jakarta, 5 Mei 2014. Program “Pembangunan dan Pengelolaan Kapal Inka Mina Tahun 2010-2013” merugikan keuangan Negara, membebani nelayan dan mangkrak karena tidak bisa dioperasikan.

Abdul Halim, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menegaskan bahwa, “Klaim keberhasilan pelaksanaan program Inka Mina bak jauh panggang dari api. Masyarakat nelayan penerima kapal merugi dan bahkan terbebani secara moral akibat kapal tidak bisa dioperasikan. Tak hanya itu, keuangan Negara juga dirugikan karena gagal menyejahterakan masyarakat perikanan tradisional. Pada titik ini, BPK harus bergerak mengauditnya”.

Pusat Data dan Informasi KIARA (Mei 2014) menemukan fakta beberapa Inka Mina yang tersebar sedikitnya di 11 kabupaten/kota mangkrak karena tidak bisa dioperasikan dan membebani nelayan penerima (lihat Tabel 1).

Tabel 1. Daftar Inka Mina Mangkrak dan Tidak Beroperasi di Indonesia

No Wilayah Penerima Keterangan
1 Kabupaten Bulungan dan Kota Tarakan, Kalimantan Utara Sejak diterima, kapal Inka Mina 198 (beroperasi 4 kali) dan Inka Mina 199 (hanya dipergunakan memancing) tidak pernah mendapatkan hasil apapun.

Proses pembuatan kapal amburadul. Dalam artian, pengerjaan kapal dilakukan secara sungguh-sungguh saat Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi datang. Di luar itu, pekerja kapal terkesan main-main.

Kedua kapal Inka Mina tersebut, menurut nakhoda Kapal Inka Mina 198, tidak sesuai dengan karakter nelayan yang beroperasi di perairan Kalimantan Timur bagian Utara.

Proses pembuatan kapal amburadul. Dalam artian, pengerjaan kapal dilakukan secara sungguh-sungguh saat Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi datang. Di luar itu, pekerja kapal terkesan main-main

2 Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat Inka Mina di Kabupaten Lombok Tengah, NTB, yakni Inka Mina 124 dan Inka Mina 125 tidak beroperasi dikarenakan biaya operasional yang tinggi dan tidak sesuai kebutuhan nelayan setempat. Inka Mina 124 diketuai oleh Sdr. Musaddat tidak lagi beroperasi karena kardannya rusak. Sudah sekali beroperasi ke Sumba, NTT, tetapi merugi.

Inka Mina 125 diketuai oleh Sdr. Dahlan dari Dusun Awang, Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, dan akan dikontrakkan kepada seseorang dari Sumbawa, NTB dengan mekanisme bagi hasil.

3 Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat Inka Mina 250 di Kabupaten Lombok Timur, NTB, diketuai Sdr. Lukman dari Dusun Toroh Tengan, Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak, sama sekali tidak dilengkapi dengan alat/sarana tangkap sehingga kapal mangkrak sampai dengan hari ini di muara sungai Tanjung Luar. Sejak diserahkan pada tahun 2012, hanya beroperasi sebanyak 2 kali dan merugi.
4 Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat Inka Mina 18 dikelola oleh nelayan dari Desa Labuhan, Kecamatan Pringgabaya. Sejak diterima pada tahun 2011 sampai hari ini tidak pernah operasi. Bahkan saat diujicobakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Lombok Timur, kapal tidak bisa berjalan, mesin mati dan baling-baling terlepas. Sejak kejadian itu sampai hari ini kapal Inka Mina 18 mangkrak di sungai dan kondisinya hampir sudah tidak bisa terpakai karena sudah bocor dan air laut keluar masuk dan miring.
5 Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur Inka Mina di Desa Balauring, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, NTT: (i) penerima kapal ternyata bukan kelompok nelayan dan diambil-alih oleh kepala desa; (ii) dikarenakan alat tangkapnya tidak sesuai, kapal tidak pernah dioperasikan.
6 Kabupaten Indramayu, Jawa Barat Inka Mina di Indramayu hanya diparkir di TPI Karang Song dikarenakan: (i) tidak ada dana pendampingan nelayan; (ii) spesifikasi kapal tidak sesuai dan dibutuhkan dana sebesar Rp. 100 juta untuk memperbaikinya.
7 Kabupaten Tanjung Balai dan Kota Medan, Sumatera Utara Di Sumatera Utara, Kapal Inka Mina 63 dan 64 digunakan untuk mengangkut bawang impor dari Malaysia ke Sumatera Utara. Secara fisik, kapal-kapal bantuan tersebut tidak layak untuk kegiatan menangkap ikan. Tingginya ongkos perawatan kapal telah mendorong penggunaan kapal tidak sesuai peruntukannya.
8 Kota Surabaya, Jawa Timur Kapal Inka Mina di Surabaya, Jawa Timur tidak bisa dioperasikan dikarenakan: (i) kelengkapan kapal yang minim; dan (ii) terbatasnya kapasitas nelayan dalam mengoperasikannya. Belakangan, Dinas Perikanan memilih memasang rumpon di Selat Madura.
9 Kepulauan Riau Inka Mina 343 di Pulau Panjang, Tanjung Pinang, dijadikan sebagai alat transportasi masyarakat untuk menghadiri resepsi pernikahan.

Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA (Mei 2014), dihimpun berdasarkan keterangan masyarakat nelayan

Oleh karena itu, tambah Halim, KIARA membuka Posko Pengaduan Inka Mina dan melaporkan berbagai temuan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).***

 

Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:

Abdul Halim, Sekjen KIARA

di +62 815 53100 259