Visi-Misi Kedaulatan Pangan Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK Baru Sebatas Angan
Jum’at, 04 Juli 2014 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM – Isu kedaulatan pangan adalah salah satu isu seksi yang dijual kedua pasangan capres-cawapres peserta Pilpres 2014. Baik pasangan Prabowo-Hatta maupun Jokowi-JK, memasukkan isu ini dalam poin-poin visi dan misi mereka yang diunggah ke situs Komisi Pemilihan Umum. Mengapa isu kedaulatan pangan ini seksi? Sebab masalah kedaulatan pangan selain menyangkut hajat hidup sebuah bangsa, juga sudah menjadi amanat bangsa melalui UU Pangan Nomor 18/2012.
Koordinator Nasional Aliansi untuk Desa Sejahtera (ADS) Tejo Wahyu Jatmiko mengatakan, visi dan misi kedua pasangan capres terkait kedaulatan pangan sudah mencoba menterjemahkan amanat itu. “Sayang keduanya memiliki banyak lubang serta menghadirkan pertanyaan bagaimana mencapainya dalam lima tahun ke depan di tengah tumpag tindih kepentingan dan ketidakjelasan rencana aksi yang akan diambil,” demikian diungkapkan Tejo, dalam acara konferensi pers yang digelar ADS, di Jakarta, Kamis (3/7) petang kemarin.
Kesimpulan itu diambil ADS setelah mencermati visi-misi terkait kedaulatan pangan kedua pasangan dibandingkan dengan empat pilar kedaulatan pangan. Tejo mengatakan, situasi pangan Indonesia memburuk selama dua periode pemerintahan SBY. Target-target yang dijanjikan tidak ada yang tercapai karena strateginya bukan untuk membangun kedaulatan pangan, hanya sekadar ketahanan pangan tanpa mempermasalahkan asal-usul produk.
“Kini visi-misi kedua capres-cawapres sudah menggunakan terminologi kedaulatan pangan, tetapi tantangannya adalah bagaimana kedua tim capres-cawapres akan mewujudkan bukan sekadar tampilan angka saja,” kata Tejo.
Tabel Visi-Misi Capres-Cawapres 2014
No.ParameterPrabowo-HattaJokowi-JK
1penataan ulang sumber sumber agraria: tanah, air, benih, hutan, kredit, teknologi sehingga bisa berproduksi berkelanjutan* Melaksanakan Reformasi Pengelolaan SDA terkait kehutanan dan kelautan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
* Alokasi anggaran untuk pertanian dan perikanan
* Mendorong perbankan memprioritaskan kredit ke petani, nelayan, peternak
* Mendirikan Bank Tani dan Nelayan
* Mempercepat Reforma Agraria
* Inovasi teknologi melalui riset senilai Rp10 triliun antara 2015-2019 searah MP3EI
* Mencetak 2 juta ha lahan untuk aren, ubi kayu, ubi jalar, sagu, sorghum, kemiri untuk bioetanol, yang akan menyerap 12 juta orang
*Redistribusi lahan 9 juta hektar
* Penyiapan 1 juta ha lahan kering
* Pengembangan 1000 desa Daulat Benih
* Subsidi Pangan
* Stop konversi lahan pangan
* Pendirian Bank Tani dan nelayan
* Illegal Unregulated Unreported
* Pencetakan 1 juta ha sawah di luar P. Jawa
* Perbaikan jaringan irigasi rusak/baru seluas 3 juta ha dan 25 bendungan
* Penyempurnaan UU Pokok Agraria
2Agroekologi: penganekaragaman sumber
pangan, teknologi ramah lingkungan dan
sosial, input lokal, padat karya* Mencetak 2 juta ha lahan baru untuk beras, jagung, sagu, kedelai dan tebu, mempekerjakan 12 juta petani
* Membangun pabrik pupuk urea dan NPK milik petani* Regenerasi Petani
* Pelibatan perempuan petani sebagai tulang punggung kedaulatan
* Peningkatan kemampuan petani, organisasi tani dan
hubungan dg pemerintah
* Pembangunan Pertanian Berkelanjutan berbasis bio
ecoregion
* Pilot Project 1000 desa organik (2019) dan 1000 desa organik tambahan (2024)
* Penerapan Best Aquaculture Practices
3Perdagangan lokal yang
berkeadilan* Harga yang adil
* Alokasi Dana Desa untuk Pasar Desa dan BUMDes
* Menjamin harga pangan yang menguntungkan produsen dan
konsumen
* Implementasi persaingan usaha sehat
* Revitalisasi 5000 pasar tradisional
* Mengembangkan daya saing:kualitas-pencitraan-harga-servis
* Memberantas penyelundupan
* Memberantas mafia impor
* Meningkatkan efisiensi perdagangan antar daerah dan pulau
* Mengevaluasi Free Trade Agreement dengan memanfaatkan safeguards untuk melindungi pasar dalam negeri
* Pembangunan 100 TPI Terpadu
* Pemberantasan IUU dengan inisiasi Undang-undang
4Penguatan Pola Konsumsi
Lokal* Mendorong peningkatan konsumsi susu, telur, ikan dan daging* Mendorong perilaku ramah lingkungan
* Edukasi konsumen
Sumber: Visi-Misi Capres-Cawapres
ADS punya empat parameter dalam mengukur cara-cara kedua capres-cawapres ini dalam menterjemahkan kedaulatan pangan dalam visi dan misinya. Keempat parameter itu adalah: 1. penataan ulang sumber-sumber agraria, 2. agroekologi, 3. perdagangan lokal yang berkeadilan, 4. penguatan pola konsumsi lokal. “Pokok perhatiannya adadalah bagaimana memperlakukan manusianya, sebagai pusat dalam membangun kedaulatan pangan,” kata Tejo menambahkan.
Dari keempat parameter itu, kata Tejo dalam dokumen terkait visi dan misi kedaulatan pangan yang ditawarkan kedua pasangan terakait penataan ulang sumber agraria masih memiliki kesamaan dengan strategi dan target yang digunakan SBY. Pasangan Prabowo-Hatta misalnya, masih menggunakan MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) dengan mengandalkan modal dari luar. Sementara Jokowi-JK menjanjikan land reform 9 juta hektare, luas yang sama yang pernah dijanjikan SBY dan tidak terpenuhi.
Visi kedua pasangan terkait itu agraria ini mengandung banyak kelemahan. Koordinator Pokja Sawit ADS Achmad Surambo mengatakan, strategi pasangan Prabowo-Hatta menggunakan pendekatan MP3EI malah memperlemah kedaulatan pangan.
“Lewat MP3EI pangan terus diperlakukan sebagai komoditas bukan untuk memenuhi pemenuhan hak rakyat atas pangan. Para investor dipersilakan untuk menanam di lahan kita dan membawa hasilnya kemanapun mereka mau,” ujarnya.
Sementara janji Jokowi-JK melakukan land reform 9 juta hektare juga dinilai tidak realistis. “Jokowi-JK perlu memaparkan dari mana luas 9 juta lahan, agar bukan sekadar janji tanpa dapat direalisasi,” kata Surambo.
Dalam konteks luas lahan ini, Tejo juga menyayangkan pihak Jokowi-JK sampai saat ini tidak membuka data dimana lahan yang akan dilakukan land reform. “Padahal datanya ada, paling tidak diberi indikasinya di provinsi mana?” ujarnya.
Dalam konteks lahan, kata Tejo, visi-misi Prabowo-Hatta dalam membuka lahan pertanian 2 juta hektare malah lebih mungkin terwujud. Sayangnya, inipun mengandung kelemahan. Karena pendekatannya mengundang investor, kemungkinan 2 juta hektare lahan bisa terwujud, tetapi kedaulatan petani atas lahan jelas menjadi taruhan. “Petani akan diturunkan kastanya hanya menjadi buruh, tanpa kedaulatan atas tanah,” ujarnya.
Padahal salah satu kunci kedaulatan pangan, kata Tejo, adalah petani menjadi aktor utama yang harus punya kedaulatan penuh salah satunya atas lahan. “Dari visi Prabowo-Hatta jelas mendegradasi petani karena membuka lahan 2 juta hektare disebutkan dengan tegas akan menyerap 12 juta orang, itu artinya mereka sekadar menjadi pekerja, menjadi buruh,” ujarnya.
Untuk parameter agroekologi, pasangan Prabowo-Hatta diantaranya ingin membangun pabrik pupuk dan NPK milik petani. Masalahnya, di sisi lain pasangan ini juga mewacanakan produk hasil rekayasa genetik, seperti yang disampaikan Hatta Rajasa dalam acara debat cawapres beberapa waktu lalu. ADS, kata Tejo, tidak melihat hal ini sejalan dengan sistem agroekologi sekaligus tidak berpihak pada produsen pangan kecil.
“Produk hasil rekayasa genetik dipatenkan dan dimiliki perusahaan, petani terikat untuk membeli dan menggunakan pupuk dan pestisida kimia yang dikeluarkan oleh perusahaan yang sama. Belum lagi potensinya untuk mengkriminalkan petani bahan saat tanaman petani tercemar,” kata Tejo.
Sementara pasangan Jokowi-JK berfokus pada regenerasi petani, dengan melibatkan perempuan sebagai tulang punggung kedaulatan pangan danmengembangkan pertanian organik dengan membangun 1000 desa organik serta penerapan praktik terbaik budidaya perikanan. Hanya saja, visi dan misi ini juga sulit diwujudkan mengingat banyaknya tantangan alam berupa kerusakan lingkungan.
“Kerusakan lingkungan jelas mempengaruhi ketersediaan pangan termasuk persediaan protein dari ikan diperlukan strategi jitu untuk membenahi produksi pangan agar tidak lagi merusak lingkungan dan menjamin ketersediannya secara berkelanjutan,” kata Koordinator Pokja Ikan ADS Abdul Halim.
Pada parameter perdagangan berkeadilan pasangan Prabowo-Hatta hanya memaparkan hal yang bersifat umum. Sementara Jokowi-JK menetapkan langsung revitalisasi 5000 pasar tradisional, membangun 100 Tempat Pelelangan Ikan terpadu, memberantas mafia impor dan mengevaluasi perjanjian perdagangan bebas untuk melindungi pasar dalam negeri. “Dalam konteks ini, Jokowi-JK lebih jelas menunjukkan perlunya perlindungan yang kuat bagi pasar dalam negeri,” katanya.
Hanya saja soal ini untuk mewujudkannya menjadi tantangan tersendiri. Dalam hal produksi perikanan misalnya, menurut Abdul Halim, saat ini ada kecenderungan asing ikut serta mengelola sumber daya perikanan Indonesia. “Sulit kedaulatan tercapai jika keterlibatan asing tidak dikoreksi,” kata Halim. Dalam hal ini Jokowi-JK harus punya keberanian menghadapi tekanan pihak asing.
Teakhir dalam isu penguatan konsumsi lokal, paramater ini diakui ADS paling sedikit disinggung oleh kedua pasangan calon. Prabowo-Hatta menekankan pada upaya untuk mendorong peningkatan konsumsi protein seperti susu, telur, ikan dan daging yang hampir semuanya angka impornya tinggi.
Sementara Jokowi-JK programnya melakukan edukasi konsumen dan mendorong perilaku ramah lingkungan, namun tanpa strategi yang lebih rinci. “Untuk mencapai kedaulatan pangan Indonesia perlu membenahi sektor produksi, distribusi dan konsumsi dengan pusat perhatian pada kesejahteraan penghasil pangan dan konsumennya. Selama ini atas nama menjaga kepentingan konsumen, pangan impor dimudahkan dengan mengorbankan produsen pangan kecil kita,” kata Tejo.
ADS sendiri berharap siapapun yang terpilih nanti kedaulatan pangan bukan sekadar kata-kata tetapi mewujud dalam program dan strategi yang lebih berpihak pada produsen pangan skala kecil. Hal itu salah satunya diwujudkan dalam politik anggaran yang setidaknya berani mengalokasikan 20 persen anggaran negara untu mewujudkan kedaulatan pangan. “Agar tidak jadi janji semasa kampanye saja,” ujar Tejo.
Reporter : –
Redaktur : Muhammad Agung Riyadi
Sumber: http://gresnews.com/mobile/berita/Politik/9047-visi-misi-kedaulatan-pangan-prabowo-hatta-dan-jokowi-jk-baru-sebatas-angan