Lindungi Nelayan dan Perempuan Nelayan Tradisional
“Lindungi Nelayan dan Perempuan Nelayan Tradisional”
Jakarta, 21 November 2014. Masyarakat nelayan di dunia kembali merayakan Hari Perikanan Sedunia pada tanggal 21 November tiap tahunnya. Hari Perikanan Sedunia ini bermula pada keprihatinan masyarakat perikanan dunia yang berkumpul yang dimulai New Delhi India 17 tahun lalu. Keprihatinan ini didasari atas keberlanjutan sumber daya ikan yang memasuki titik eksploitasi berlebih serta upaya menyejahterakan nelayan. Perikanan sebagai sektor pangan memerlukan pendekatan ekologis yang tidak hanya sekedar didasarkan stok sumber daya ikan sebagai komoditas yang akan eksploitatif. Tetapi, juga bagaimana perikanan dapat menyejahterakan nelayan, masyarakat pesisir laki-laki dan perempuan serta menjaga keberlanjutan sumber daya pesisir seperti hutan bakau, terumbu karang, padang lamun dan pulau-pulau kecil. Ekosistem tersebut akan mempengaruhi sumber daya perikanan. Setidaknya pada tahun ini, terdapat empat isu strategis yang penting untuk digarisbawahi oleh pemerintahan hari ini. Pertama terkait dengan pengakuan dan perlindungan terhadap nelayan dan petambak tradisional baik Laki-Laki dan Perempuan. Pengakuan nelayan dan petambak akan terkait erat dengan bagaimana negara memenuhi hak-hak asasi. Baik haknya sebagai warga negara Indonesia yang telah diatur dalam konstitusi UUD 1945 serta aturan lain yang menegaskan hak-hak dasarnya sebagai warga negara. Serta juga haknya sebagai bagian dari pekerjaannya selama ini dalam perikanan yang meliputi dukungan dan perlindungan pemerintah dalam tahap pra produksi, saat produksi dan pasca produksi. Kedua, nelayan menjadi korban pembangunan di pesisir dan pulau-pulau kecil. Hal ini dapat dilihat dari proyek PLTU Batang serta Giant Sea Wall di Teluk Jakarta. Sedikitnya 10.961 nelayan tradisional Batang terancam kehilangan penghasilan dan 16.855 nelayan akan tergusur karena proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) proyek senilai 600 triliun Rupiah. Begitu pula pertambangan di pesisir dan pulau-pulau kecil tidak pernah ada upaya untuk menghentikan eksploitasi. Sebaliknya kriminalisasi berjalan dengan mudah sebagaimana yang dihadapi nelayan nelayan di Taman Nasional Ujung Kulon yang terancam 5 tahun penjara dan denda 100 juta hanya karena menangkap ikan dan kepiting. Ketiga, BBM Subsidi untuk Nelayan Tradisional yang baru saja dinaikkan dari Rp. 5.500 menjadi Rp. 7.500. Nelayan tradisional dan petambak adalah sektor yang paling terpukul ketika ada pencabutan subsidi namun tidak ada upaya negara sebagai kompensasi untuk mengantisipasi dampak dari pengurangan subsidi BBM. Masalah distribusi bbm tidak pernah transparan, tidak terbuka dan terjadi kolusi dan nepotisme tidak pernah diselesaikan. Terlebih BBM subsidi dibuka aksesnya kepada kapal dengan ukuran di atas 30 GT dengan maksimal 25 (dua puluh lima) kilo liter/bulan. Yang sangat gamblang menggambarkan keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha perikanan. Keempat terkait dengan Pencurian Ikan dengan: 5 Agenda Prioritas yang perlu dilakukan pemerintah. Pertama, menyelesaikan tumpang tindih pengawasan; Kedua, memastikan sanksi pelanggaran kewajiban mempekerjakan nakhoda dan anak buah kapal yang berkewarganegaraan Indonesia di dalam kapal berbendera Indonesia; Ketiga, mewajibkan adanya peningkatan nilai hasil tangkapan dengan mewajibkan usaha perikanan skala besar membuat sarana unit pengolahan ikan; Keempat, menegaskan pelarangan jaring pukat trawl di seluruh perairan Indonesia; Kelima, memastikan hak partisipasi nelayan dalam pengawasan sumber daya perikanan. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi:- Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Selamet Daroyni di 0821 1068 3102
- Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (INTI), M. Taher di 081314814823
- Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), Habibab di 081210116937
- Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Budi Laksana di 0813 1971 6775
- Indonesia Human Rights Committee For Social Justice (IHCS), Ridwan Darmawan di 0812 8672 8337
- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Wahyu Nandang Herawan di 0857 2722 1793
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Hendra Supriatna di 081222345610
- Solidaritas Perempuan (SP), Arieska di 081280564651
- Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHa), Reza di 081370601441
Komite Aksi Hari Perikanan Sedunia 2014
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (INTI), Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Indonesia Human Rights Committee For Social Justice (IHCS), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Solidaritas Perempuan (SP), Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHa).