Siaran Pers
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
Proyek NCICD Lindungi Pengusaha Properti dan Mengabaikan Nasib Nelayan
Jakarta, 24 November 2014, Ternyata tidak cukup kegagalan proyek Reklamasi dan Revitalisasi pantai utara Jakarta sebagai pelajaran berharga bagi pemerintah dalam menentukan arah pembangunana di Jakarta. Selain gagal mengurangi banjir dan krisis air bersih bagi warga Jakarta, proyek tersebut ternyata hanya untuk melindungi aktivitas bisnis properti yang di kuasai oleh segelintir kelompok semata. Anehnya, meskipun telah terbukti gagal, pemerintah kembali menggulirkan gagasan proyek baru dan semakin jauh dari harapan Jakarta akan terselamatkannya Jakarta dari bencana.
Saat ini, Pemerintah sedang mengusung Proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), dan salah satunya adalah pembangunan Giant Sea Wall atau Tanggul Raksasa Laut yang secara jelas tidak memenuhi persyaratan legal sebuah proyek. Proyek ini lemah dari sudut pandang hukum lingkungan dan terindikasi kuat hanya untuk mengakomodasi kepentingan investor. Yaitu guna melindungi properti yang telah dibangun dalam lahan reklamasi sekaligus menaikkan nilai investasi.
Proyek NCICD tak ubahnya akal-akalan investor seperti proyek reklamasi revitalisasi pantura yang dicekal oleh Kementrian LH tahun 2003. Menurut Keputusan MenLH No. 14 tahun 2003, proyek reklamasi dan revitalisasi teluk Jakarta tidak layak secara lingkungan hidup, ekonomi dan sosial budaya serta teknik. Namun, para investor ketika itu tidak menyerah dan balik menggugat Menteri Lingkuang Hidup (Sekarang Kementerian LH dan Kehutanan) dan beberapa LSM lingkungan. Berikut adalah daftar investor pemegang hak konsesi lahan reklamasi pantai utara Jakarta:
No | Nama Perusahaan | Direksi | Alamat |
1 | PT Bakti Bangun Era Mulia | Tjondro Indria Liemonta | Mangga Dua Raya Komplek Grand Boutique Center Blok C No. 1 Jakarta Utara |
2 | PT Taman Harapan Indah | Richard S Hartono dan Suhendra Prabowo | Gedung Dharmala Sakti Lt. IV Jl. Jend. Sudirman Kav. 32 Jakarta |
3 | PT Manggala Krida Yudha | Arief Setianto Nugroho dan Susanto | Rukondo Building Jl. Ancol Baru Jakarta 14310 |
4 | PT Pelabuhan Indonesia II | A Syaifudin | Jl. Pasoso No. 1 Tanjung Priok Jakarta Utara |
5 | PT Pembangunan Jaya Ancol | Tjahdja B Riabudi | Jl. Lodan Timur No. 7 Ancol, Jakarta Utara |
6 | PT Jakarta Propertindo | Ongki Sukasah | Gedung Jaya Lt. VIII Jl. MH Thamrin No. 12 Jakarta |
Sumber: http://www.menlh.go.id/
Proyek NCICD juga memasukkan rencana pembangunan 17 pulau buatan, rencana ini semakin tidak relevan dan sangat diragukan dari aspek kelayakan lingkungan. Seperti dikutip oleh aljazeera.com, pernyataan Purba Sianipar (Asisten Deputi bidang Infrastruktur Sumberdaya Air Kemenko Perekonomian) bahwa Giant Sea Wall akan melindungi Jakarta dari banjir hingga 1.000 tahun lamanya itu mendapat bantahan dari Victor Coenen (project manager Witteveen Bos). Konsultan dari Belanda yang membantu pembuatan master plan NCICD ini menyatakan tidak ada garansi bahwa dengan pembangunan giant sea wall Jakarta bisa terbebas dari Banjir. Padahal megaproyek infrastruktur dengan biaya yang sangat mahal tersebut seharusnya memiliki batas garansi.
Jika kemudian konsultan Belanda saja tidak dapat menjamin keberhasilan proyek yang akan memerlukan dana hingga 600 triliun rupiah ini. Maka sesuai UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyatakan “jika pemerintah sebagai pihak yang berwenang tidak memiliki bukti ilmiah bahwa tidak akan ada kerusakan lingkungan yang tak dapat dipulihkan, maka kegiatan tersebut harus kembali pada pertimbangan kepentingan kelestarian lingkungan”. Dan secara otomatisproyek Giant Sea Wall ini tidak layak untuk dilanjutkan.
KIARA meminta kepada Presiden Joko Widodo agar berpihak pada kepentingan nelayan dengan tidak mengulangi kesalahan pemerintahan sebelumnya yang membela kepentingan investor lewat penerbitan Keputusan Presiden untuk melegalkan proyek yang akan menghancurkan ekosistem pesisir utara Jakarta. Proyek NCICD ini juga sangat meragukan dari aspke mitigasi bencana banjir Jakarta, karena jika muara 13 sungai yang melewati Jakarta ditinggikan dasarnya lewat pengurukan, maka laju sedimentasi akan semakin tinggi akibat dasar muara yang semakin tinggi. Banjir akan lebih mudah terjadi jika curah hujan tinggi karena sungai semakin dangkal. Sudah saatnya pemerintah lebih fokus pada pendekatan adaptasi, misalnya lewat perbaikan sistem drainase dan pelibatan masyarakat, daripada pendekatan mitigasi bencana lewat pembangunan infrastruktur.
Untuk informasi lebih lanuut dapat menghubungi:
Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan KIARA, Selamet Daroyni di 082110683102
Koordinator Pengelolaan Pengetahuan KIARA, Rifki Furqan di 085370627782