RAKYAT MENANG! SWASTANISASI AIR DIHAPUS PN JAKARTA PUSAT
Jakarta, Villagerspost.com – Setelah beberapa kali tertunda, keputusan yang dinanti-nanti warga DKI Jakarta akhirnya datang juga. Hari ini, Senin (24/3), Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai oleh Iim Nurohim, S.H memutuskan untuk mengabulkan gugatan warga negara terkait privatisasi air jakarta.
Gugatan itu sendiri dilayangkan Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ). KMMSAJ sendiri adalah gabungan dari beberapa organisasi diantaranya, Koalisi Rakyat Untuk Hak Atas Air (KRuHa), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Solidaritas Perempuan dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Sementara para tergugatnya adalah Presiden, Wapres, Menkeu, MenPU, DPRD DKI, PAM Jaya. Dua perusahaan swasta pengelola air bersih di jakarta, Palyja dan Aetra menjadi turut tergugat.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan para tergugat telah lalai memberikan hak atas air yang merupakan hak asasi manusia. “Para tergugat melakukan perbuatan melawan hukum dengan membuat Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang merugikan negara dan warga Jakarta,” demikian diucapkan Hakim Ketua Iim Nurohim di persidangan.
Selain itu, majelis hakim juga menyatakan PKS antara PAM dan Turut Tergugat (Palyja dan Aetra) batal dan tidak berlaku. Majelis hakim memerintahkan para tergugat untuk menghentikan swastanisasi air di Jakarta.
“Mengembalikan pengelolaan air minum ke Pemprov DKI Jakarta. Melaksanakan pemenuhan hak atas air sesuai prinsip hak atas air dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya serta Komentar Umum tentang Hak Atas Air,” putus majelis hakim.
Majelis hakim juga memerintahkan untuk mencabut surat Gubernur DKI dan Surat Menteri Keuangan RI yang mendukung swastanisasi. “Ini adalah kemenangan untuk rakyat Jakarta,” kata Sekjen KIARA Abdul Halim kepada Villagerspost.com, Senin (24/3).
Sementara itu, kuasa hukum KMMSAJ Arif Maulana menegaskan, dengan putusan tersebut, maka otomatis perjanjian kontrak antara PAM Jaya dengan PT PAM Lyonnaise dan PT Aetra Air Jakarta batal demi hukum. “Perjanjian itu merugikan rakyat, kini perjanjian itu sudah tidak berlaku lagi, pemerintah harus segera mengusir Palyja dan Aetra dari tata kelola air Jakarta,” ujarnya.
Kasus gugatan ini memang sangat berlarut-larut penyelesaiannya. KMMSAJ telah melayangkan gugatan tersebut sejak masa Fauzi Bowo menjabat sebagai Gubernur DKI. Pihak yang digugat adalah Presiden dan Wakil Persiden RI, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Keuangan, Gubernur DKI Jakarta, PDAM, dan DPRD Provinsi DKI Jakarta. Sementara itu, PT PAM Lyonnaise dan PT Aetra Air Jakarta didudukkan sebagai turut tergugat.
KMMSAJ melayangkan gugatan warga negara atau citizen lawsuit kepada PDAM DKI Jakarta karena dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum karena pemerintah terus melanjutkan swastanisasi pengelolaan layanan air di Provinsi DKI Jakarta. Ini mengacu pada pengelolaan air di Jakarta yang diserahkan kepada PT Palyja dan PT Aetra Air Jakarta. Perjanjian ini akan terus berlanjut hingga 2023.
Menurut pihak KMMSAJ, perjanjian swastanisasi air antara PDAM Jakarta dengan dua swasta asing, PT Palyja dan Aetra telah melanggar konstitusi dan peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan air. Dampak riilnya sangat merugikan masyarakat dan pelanggan air minum diJakarta, sepanjang kontrak ini masih berlangsung warga miskin Jakarta akan kesulitan mendapatkan pelayanan air minum.
Dalam kontrak privatisasi air Jakarta memang PAM JAYA selaku BUMD milik Pemerintah Provinsi harus menutup selisih tarif air masyarakat berpenghasilan rendah yang Rp1.050-Rp3.500 per meter kubik dengan harga air yang dipatok swasta yang sebesar kurang lebih Rp7.000 per meter kubik. Selisih ini harus bisa ditutup oleh PAM JAYA dan jika tidak maka akan menjadi utang PAM JAYA.
Semakin banyak air yang disalurkan kemasyarakat miskin, menurut pihak koalisi, dipastikan selisih yang harus ditanggung PAM JAYA dan berubah menjadi utang PAM JAYA kepada PT Palyja dan Aetra akan makin besar. Hal inilah yang membuat KMMSAJ juga menilai perjanjian itu merugikan keuangan negara. (*)
Sumber: http://villagerspost.com/