Pemerintah didesak akhiri komersialisasi sumber daya laut
20 September 2015, Cape Town, GEOMARITIM – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mendesak pemerintah Indonesia segera mengakhiri praktek privatisasi dan komersialisasi sumber daya laut. Sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar 1945, sumber daya laut seharusnya dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Saatnya pemerintah mengakhiri praktek privatisasi dan komersialisasi sumber daya laut dan kembali ke jalan konstitusi: mengelola sumber daya laut untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” kata Sekretaris Jenderal KIARA, Abdul Halim, kepada Geomaritim, Minggu (20/9/2015).
Dalam catatan KIARA, sepanjang September 2015 saja, terdapat sedikitnya 30 kabupaten/kota/provinsi di Indonesia menjalankan proyek reklamasi pantai untuk pembangunan hunian tepi laut. Melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), menurut dia pemerintah mendorong hadirnya investasi asing di 40 pulau-pulau kecil, selama tahun 2015-2016.
“Mahkamah Konstitusi (MK) menafsirkan frase ‘sebesar-besar kemakmuran rakyat’ dengan 4 indikator utama, yakni: pertama, kemanfaatan sumber daya alam bagi rakyat; kedua, tingkat pemerataan sumber daya alam bagi rakyat; ketiga, tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat sumber daya alam; dan keempat, penghormatan terhadap hak rakyat secara turun-temurun.
Dalam praktiknya, Halim menjelaskan, privatisasi dan komodifikasi sumber daya laut semata-mata untuk kepentingan komersial. Sehingga menggusur keberadaan masyarakat pesisir dan menghilangkan akses mereka terhadap sumber-sumber penghidupannya.
Praktek privatisasi dan komersialisasi sumber daya laut, menurut dia juga dialami oleh masyarakat nelayan skala kecil di Afrika Selatan. Sejak ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Laut Langebaan dan diubah namanya menjadi West Coast National Park pada 1973, kawasan konservasi laut seluas 40.000 hektar itu dibagi ke dalam 3 zona (A, B, dan C).
Kebijakan tersebut dilakukan melalui Sea Fisheries Act, yang diperbarui pada tahun 1985 oleh Pemerintah Afrika Selatan. Akibatnya, nelayan kehilangan akses dan kontrolnya terhadap sumber daya laut. “Alih-alih dapat menjalankan profesinya, ancaman kriminalisasi justru kerap terjadi. Sedikitnya 3 nelayan Langebaan tengah ditahan oleh aparat setempat,” tuturnya.
Lebih parah lagi, perairan di Zona B hanya bisa diakses oleh 3 orang saja dengan ketersediaan sumber daya ikan melimpah. Sementara, sedikitnya 100-an keluarga nelayan yang tinggal di sekitar Teluk Saldanha tidak bisa memasuki perairan tersebut.
Atas kondisi ini, nelayan Langebaan tidak tinggal diam. Kini mereka menggugat Pemerintah Afrika Selatan untuk membebaskan 3 nelayan dan mencabut Sea Fisheries Act 1985. “Aturan tersebut melegalisasi praktek privatisasi dan komersialisasi sumber daya laut, termasuk penetapan kawasan konservasi laut tanpa partisipasi masyarakat pesisir Langebaan.”[]
Rep: Agus Budiman
Sumber: http://geomaritim.com/