Kiara: Paket Ekonomi Jangan Hanya Menitikberatkan Investasi
/in Dana Desa, Kelautan dan Perikanan, Kertas Kebijakan, Reformasi Kebijakan /by adminkiaraJum, 11 Sep 2015
Jakarta (Antara) – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menginginkan paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah guna mengatasi perlambatan ekonomi nasional, jangan hanya menitikberatkan kepada peningkatan investasi.
“Paket ekonomi (yang telah dikeluarkan Presiden Joko Widodo) justru harus mengurangi peran negara dan memberi ruang seluas-luasnya kepada investor melalui mekanisme pasar,” kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim kepada Antara, di Jakarta, Jumat.
Terkait dengan masyarakat pesisir di sektor kelautan dan perikanan, menurut Abdul Halim, kalau paket ekonomi pemerintah bergantung kepada deregulasi, maka mustahil kesejahteraan nelayan, pembudidaya dan petambak garam bisa dibangkitkan.
Untuk itu, ujar dia, pemerintahan Kabinet Kerja saat ini didesak untuk jangan menomorduakan aktivitas perekonomian masyarakat pesisir.
“Artinya, alih-alih sejahtera, justru bakal dikebiri hak-hak dasarnya melalui deregulasi kebijakan ekonomi,” katanya. Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah pada Rabu (9/9) petang tidak terlambat untuk mendukung pembangunan Indonesia.
“Banyak di situ yang sudah dikerjakan sejak dua bulan lalu seperti KUR dan dana desa,” kata JK kepada wartawan di rumah dinas Jalan Diponegoro, Jakarta, Kamis (10/9).
Kendati demikian, JK mengaku masih terdapat sejumlah hal yang perlu diperbaiki dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
Wapres mengatakan sosialisasi kebijakan ekonomi seperti pada kebijakan penyaluran dana desa untuk pembangunan perlu dilakukan dengan baik sehingga tidak terjadi salah penggunaan.
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan ekonomi untuk memperkuat daya tahan ekonomi Indonesia dengan menggerakkan pertumbuhan melalui percepatan belanja pemerintah melalui peningkatan daya serap dan menguatkan neraca pembayaran.
Langkah pertama, menurut Presiden Joko Widodo, mendorong daya saing industri nasional, deregulasi dan debirokratisasi, penegakan hukum dan kepastian usaha. Presiden mengatakan langkah kedua yaitu percepatan proyek strategis nasional, antara lain dengan penyederhanaan izin, penyediaan tata ruang dan lahan, serta diskresi penyelesaian hambatan terkait hukum.
Kemudian langkah ketiga yaitu meningkatkan investasi di sektor properti, mendorong kebijakan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dan investasi bidang properti.(rr)
Siaran Pers Bersama: RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam Butuh Perbaikan Substansi
/in Kelautan dan Perikanan, Kertas Kebijakan, Siaran Pers /by adminkiaraSiaran Pers Bersama:
RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam Butuh Perbaikan Substansi
Masnuah, Sekjen Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia di +62 852 2598 5110
Muhammad Sarli, Sekjen Persatuan Petambak Garam Indonesia di +62 813 1317 7626
Budi Laksana, Sekjen Serikat Nelayan Indonesia di +62 813 1971 6775
Abdul Halim, Sekjen KIARA di +62 815 53100 259
Kiara: Pulau Terluar Jangan Dijadikan Privatisasi Asing
/in Kelautan dan Perikanan, Pengelolaan Pesisir & Pulau - Pulau Kecil /by adminkiaraKiara: Jangan Jual Pulau-pulau Terluar RI
/in Kelautan dan Perikanan, Pengelolaan Pesisir & Pulau - Pulau Kecil /by adminkiaraMinggu, 06 September 2015
Bisnis.com, JAKARTA – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan menginginkan berbagai pihak yang memiliki otoritas agar jangan sampai melakukan langkah-langkah yang mengarah kepada komersialisasi atau privatisasi dari pulau-pulau terluar Republik Indonesia.
“Investasi yang seharusnya didorong adalah gotong royong antarmasyarakat dengan pemda setempat, bukan menyerahkan kepada investor asing atau domestik dengan skema privatisasi dan komersialisasi seperti yang dilakukan KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan),” kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim, Minggu (6/9/2015).
Menurut Abdul Halim, rakyat punya semangat gotong royong dan sudah dibuktikan di banyak tempat, seperti dalam program pendampingan Kiara yang terdapat di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
Sedangkan terkait dengan argumen jumlah dana yang tidak memadai dari APBN/APBD untuk mengelola pulau-pulau terluar, Abdul Halim mengingatkan bahwa APBN atau APBD adalah alat untuk menyejahterakan rakyat dan jumlahnya cukup besar.
“Dikarenakan tidak kreatifnya pemerintah dan pemda berakibat pada tidak terpakainya anggaran untuk kesejahteraan rakyat,” katanya.
Sebagaimana diberitakan, KKP berencana memberdayakan pulau-pulau terluar dengan menawarkan 31 pulau terluar hingga tahun 2019 kepada investor, baik asing maupun dari dalam negeri.
“Kami mempromosikan pulau-pulau terluar untuk investasi di dalam pulau tertentu, bukan untuk menjual pulau,” kata Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja di Jakarta, Sabtu (5/9).
Sekjen KKP mengemukakan, pihaknya bakal mengawasi ketat proses investasi tersebut bila ada investor yang berminat. Selain itu, ujar dia, investor asing juga tidak diperbolehkan untuk bidang usaha perikanan tangkap karena hal itu hanya boleh dilakukan nelayan setempat.
Sementara itu, Sekjen Kiara Abdul Halim merasa heran dengan jumlah pulau yang ditawarkan kepada KKP karena berbeda dengan yang ada di APBNP 2015 atau Nota Keuangan RAPBN 2016.
Di dalam APBN Perubahan 2015, menurut Abdul Halim, target pulau-pulau kecil sebanyak 15 pulau, sedangkan di dalam Nota Keuangan RAPBN 2016, pulau yang ditawarkan sebanyak 25 pulau.
Kiara mendorong pemerintah pusat dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat bekerja sama dengan pemda untuk mengelola pulau-pulau kecil tersebut. “Di sinilah makna investasi ala Indonesia alias gotong royong,” katanya.
Ia juga mengingatkan putusan Mahkamah Konstitusi pada 2010 terkait empat indikator untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yaitu kemanfaatan SDA bagi rakyat, tingkat pemerataan SDA bagi rakyat, tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat SDA, dan penghormatan terhadap hak rakyat secara turun-temurun
Sumber: Antara/ http://m.bisnis.com/industri/
Kiara Curigai KKP Mau Jual Pulau
/in Kelautan dan Perikanan, Kertas Kebijakan, Pengelolaan Pesisir & Pulau - Pulau Kecil /by adminkiaraMinggu, 6 September 2015 INILAHCOM, Jakarta – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menuding Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terlibat praktik jual-beli pulau terluar.
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim mempertanyakan skema privatisasi dan komersialisasi pulau terluar oleh KKP yang tak melibatkan pemda dan elemen masyarakat daerah.
“Investasi seharusnya di dorong dengan semangat gotong royong, melibatkan pemda dan masyarakat setempat. Bukan menyerahkan kepada investor asing atau domestik dibalut skema privatisasi dan komersialisasi seperti yang dilakukan KKP,” tandas Abdul Halim di Jakarta, Minggu (6/9/2015).
Kata Abdul Halim, masyarakat punya semangat gotong royong, di buktikan dengan lancarnya program pendampingan Kiara di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
Adapun kendala minimnya dana APBN/APBD untuk pengelolaan pulau-pulau terluar, menuru Abdul Halim, sangatlah naif. Bahwasanya APBN atau APBD adalah alat untuk menyejahterakan rakyat Indonesia termasuk yang bermukim di pulau-pulau terluar.
“Dikarenakan tidak kreatifnya pemerintah dan pemda berakibat pada tidak terpakainya anggaran untuk kesejahteraan rakyat,” kata Abdul Halim.
Sekedar mengingatkan, KKP berencana memberdayakan pulau-pulau terluar dengan menawarkan 31 pulau terluar hingga 2019 kepada investor. Tentu saja, investor yang dimaksud KKP itu bisa asing ataupun dalam negeri. “Kami mempromosikan pulau-pulau terluar untuk investasi di dalam pulau tertentu, bukan untuk menjual pulau,” kata Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja di Jakarta, Sabtu (5/9).
Kata Sjarief, KKP bakal mengawasi secara ketat proses investasi tersebut bila memang ada investor yang berminat. Untuk investor asing tidak diperbolehkan menggarap sektor usaha perikanan tangkap, karena hal itu dikhawatirkan mengganggu nelayan setempat.
Melanjutkan pernyataan, Sekjen Kiara mengaku heran dengan jumlah pulau yang ditawarkan kepada KKP, berbeda dengan yang ada di APBNP 2015, atau Nota Keuangan RAPBN 2016.
Di dalam APBN Perubahan 2015, target pulau-pulau kecil sebanyak 15 pulau, sedangkan di dalam Nota Keuangan RAPBN 2016, pulau yang ditawarkan sebanyak 25 pulau.[tar]
Sumber: http://ekonomi.inilah.com/
KIARA: Pengelolaan APBN KKP Perlu Diperbaiki
/in Kelautan dan Perikanan, Reformasi Kebijakan /by adminkiaraNo | Program | Anggaran (miliar rupiah) |
1 | Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya KKP | 652.832.336 |
2 | Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur KKP | 135,169.265 |
3 | Program Pengembangan dan Pengelolaan Perikanan Tangkap | 6.405.078.909 |
4 | Program Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Budidaya | 1.919.065.768 |
5 | Program Pengawasan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan | 3.201.684.018 |
6 | Program Peningkatan Daya Saing Usaha dan Produk Kelautan dan Perikanan | 2.869.182.621 |
7 | Program Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil | 3.575.066.908 |
8 | Program Penelitian dan Pengembangan Iptek Kelautan dan Perikanan | 988.675.822 |
9 | Program Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan | 1.992.020.408 |
10 | Program Pengembangan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan | 776.934.033 |
2010 | 2011 | 2012 | 2013 | 2014 | |
APBN-P | 3.280,8 | 5.559,2 | 5.914,1 | 6,598,3 | 5.748,7 |
LKPP | 3.139,5 | 5.176,0 | 5,954.5 | 6,569,7 | 5.865,7 |
Selisih | (-) 141.3 | (-) 383,2 | (+) 40,4 | (-) 28,6 | (+) 117 |
Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA (Agustus 2015), diolah dari Nota Keuangan APBNP 2010-2014 dan Nota Keuangan RAPBN 2016Oleh karena itu, KIARA mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk memperbaiki kinerja anggarannya agar kesejahteraan rakyat, khususnya masyarakat pesisir tidak diabaikan dan tertunda sedemikian lama. Terlebih alokasi anggarannya sangat kecil di dalam APBN 2015, yakni 5,2 persen. “Dengan perkataan lain, perlu ada perbaikan sistem pengelolaan anggaran di Kementerian Kelautan dan Perikanan,” tutup Halim. (*) Sumber: http://villagerspost.com/special-report/kiara-pengelolaan-apbn-kkp-perlu-diperbaiki/
RAPBN 2016 Belum Utamakan Kesejahteraan Masyarakat Maritim
/in Kelautan dan Perikanan, Kertas Kebijakan, Reformasi Kebijakan /by adminkiaraJAKARTA – Pemerintah dinilai belum memprioritaskan kesejahteraan masyarakat maritim. Hal ini melihat alokasi anggaran untuk kelompok bidang kemaritiman dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 lebih besar porsinya untuk infrastruktur, bukan kepada pemberdayaan masyarakat, khususnya di kawasan pesisir.
Dalam RAPBN 2016, total alokasi anggaran bagi kementerian di bawah koordinator bidang kemaritiman direncanakan senilai Rp 80,7 triliun. Jumlah tersebut lebih rendah Rp 12,4 triliun atau 13,3 persen dibandingkan APBN Perubahan (APBN-P) 2015 senilai Rp 93,16 triliun.
Kementerian Koordinator (Kemenko) Kemaritiman mendapatkan alokasi anggaran Rp 120 miliar pada 2015 dan pada 2016 menjadi Rp 250 miliar. Sementara itu, alokasi anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) naik Rp 5 triliun dari APBN-P 2015 senilai Rp 10 triliun menjadi Rp 15 triliun dalam RAPBN 2016.
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2016 adalah mempercepat pembangunan infrastruktur untuk meletakkan fondasi pembangunan yang berkualitas. Artinya, belanja infrastruktur ditingkatkan untuk memperkuat konektivitas nasional guna mendukung sektor kemaritiman dan kelautan menuju tercapainya kedaulatan pangan, energi, ketenagalistrikan, dan peningkatan industri pariwisata.
Sekitar 62 persen dari total alokasi anggaran Rp 80,7 triliun difokuskan untuk infrastuktur dan sisanya untuk lain-lain. Namun, tidak ada program konkret untuk menyejahterakan masyarakat maritim dan perikanan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Abdul Halim mengatakan, anggaran yang dikelola KKP seharusnya difokuskan bukan di pembangunan infrastruktur, melainkan lebih kepada pemberdayaan masyarakat di kawasan pesisir Tanah Air.
“Kenaikan Rp 5 triliun pada KKP (dalam RAPBN 2016) banyak digunakan untuk mendorong infrastruktur kelautan, tetapi belum menyentuh pemberdayaan masyarakat nelayan dan maritim,” ujar Abdul, Selasa (18/8).
Menurut Abdul Halim, RAPBN 2016 disusun guna menunjang pelaksanaan konsep Poros Maritim. Akan tetapi, hal itu kontradiktif, antara lain diindikasikan dengan anggaran KKP yang pada akhir tahun selalu minus dalam penyerapan anggaran.
Hal itu, ia menambahkan, disebabkan beragam faktor, seperti ada kekhawatiran pejabat di daerah menggunakan anggaran karena takut tersangkut kasus hukum, sosialisasi program yang sifatnya mepet, tender hingga pengadaan barang/jasa membutuhkan waktu, serta kemampuan birokrasi daerah. “Mesin birokrasi di daerah justru tidak kreatif dalam menyusun mata anggaran di daerah,” katanya.
Ia menyampaikan, pemerintah seharusnya lebih fokus, tidak hanya pada infrastruktur perhubungan, tetapi juga kepada program yang benar-benar menyentuh masyarakat nelayan dan pemberdayaan masyarakat maritim. Selain itu, DPR perlu lebih jeli membuat tanggapan dalam pembahasan dan penetapan APBN 2016 agar sesuai amanat konstitusional untuk kesejahteraan rakyat.
Apalagi, pemerintah dinilai telah menegaskan penjabaran konsep Nawacita. Salah satu tujuannya mewujudkan kemandirian ekonomi serta meningkatkan produktivitas dan daya saing nasional. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun berkali-kali menyampaikan akan menjalankan program-program yang terkait konsep Poros Maritim Dunia.
Peneliti bidang sosial perkumpulan Prakarsa, Ahmad Maftuchan menyampaikan, pemerintah perlu mempertimbangkan memprioritaskan pembangunan infrastruktur dasar. Pemerintah tidak boleh hanya berencana membangun tol laut, bandara, pelabuhan, dan lainnya. Infrastruktur dasar yang dimaksud, seperti pembangunan jalan umum, jembatan, dan penyediaan listrik.
Ia mencontohkan, jika di suatu desa ada rumah sakit dengam fasilitas yang lengkap dan canggih namun listriknya tidak memadai, alat-alat canggih itu tidak bisa digunakan secara maksimal.
Menurutnya, pembangunan jalan umum perlu diprioritaskan oleh Presiden Jokowi. Jadi, siapa pun dapat menikmatinya, tidak hanya dinikmati orang yang punya uang. “Jangan sampai gencarnya pembangunan jalan tol menjadi alasan pemerintah untuk tidak memperbaiki jalan nontol,” katanya.
Pewarta: Toar S Purukan
Nelayan di Perbatasan Ditangkap Lagi, KIARA Surati Presiden
/in Kampanye & Advokasi, Kelautan dan Perikanan /by adminkiaraNelayan di Perbatasan Ditangkap Lagi, KIARA Surati Presiden
/in Kampanye & Advokasi, Kelautan dan Perikanan /by adminkiara
Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan
Jl. Tebet Utara 1 C No.9 RT.08/RW.01, Kel. Tebet Timur, Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan. 12820, Indonesia. Tlp/Fax +62-21 22902055
Tentang KIARA
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) adalah organisasi non-pemerintah yang berdiri pada tanggal 6 april 2003. Organisasi nirlaba ini diinisiasi oleh WALHI, Bina Desa, JALA (Jaringan Advokasi untuk Nelayan Sumatera Utara), Federasi Serikat Nelayan Nusantara (FSNN), dan individu-individu yang menaruh perhatian terhadap isu kelautan dan perikanan.