KIARA: Negara Mesti Percepat Reforma Agraria di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Siaran Pers
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan
www.kiara.or.id

KIARA: Negara Mesti Percepat Reforma Agraria di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Makassar, 11 November 2016. KIARA mendesak kementerian/lembaga pemerintah untuk memprioritaskan penyelesaian legalisasi dan redistribusi hak atas tanah bagi masyarakat pesisir (nelayan tradisional, perempuan nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, dan pelestari ekosistem pesisir). Hal ini terurai di dalam Musyawarah Nasional VII bertajuk “Menegaskan Kembali Pembaruan Agraria Sejati” yang diselenggarakan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Asrama Haji Sudiang Makassar, Sulawesi Selatan, pada Selasa (8/11) pagi.

Pusat Data dan Informasi KIARA (November 2016) mencatat, permasalahan pengelolaan agraria di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terjadi dalam pelbagai bentuk, mulai dari mengeksklusi masyarakat pesisir dari pulau-pulau kecil berkenaan dengan pemberian Hak Guna Bangunan untuk investasi pembangunan wisata bahari, reklamasi pantai yang mengenyampingkan hak akses untuk melintas di laut bagi nelayan tradisional, dan tumpang-tindih peruntukan ruang di wilayah pesisir yang merugikan hajat hidup masyarakat pesisir.

Annisa Meutia Ratri, Deputi Bidang Pendidikan dan Penguatan Jaringan KIARA, yang turut hadir di dalam Munas VII KPA mengatakan, “Dalam rangka mengatasi ketimpangan dan konflik agraria di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, pemerintah pusat dan daerah mesti lebih pro aktif dalam memfasilitasi masyarakat pesisir untuk mendapatkan hak atas sumber daya agrarianya, seperti tanah/tambak/perairan pesisir yang menjadi wilayah tangkapan ikannya”.

Seperti diketahui, Undang-Undang No. 7 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam memberikan mandat kepada Negara untuk memastikan hak atas sumber daya agrarianya.

“Pemerintah wajib memastikan adanya perlakuan yang sama (equal treatment) dan menghindari praktek diskriminasi kepada nelayan tradisional, perempuan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir. Terlebih, ada 2 rezim pengaturan hak atas agraria, yakni rezim pertanahan sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan belakangan lahir Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,” tambah Annisa.

Untuk itu, KIARA mendesak kepada pemerintah daerah dan pusat untuk aktif mendatangi desa-desa pesisir dan membuka partisipasi masyarakat pesisir seluas-luasnya dalam penyusunan rencana zonasi guna mewadahi kepentingan mereka dan mempercepat agenda reforma agraria di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.***

Untuk informasi lebih lanjut, bisa menghubungi:

Annisa Meutia Ratri, Deputi Bidang Pendidikan dan Penguatan Jaringan KIARA