Hentikan Pembukaan Lahan Sempadan Pantai untuk Tambak di Pesisir Desa Gempolsewu!

Siaran Pers

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)

www.kiara.or.id

 

Hentikan Pembukaan Lahan Sempadan Pantai untuk Tambak di Pesisir Desa Gempolsewu!

 

Jakarta, 27 Februari 2025 – Pada akhir Januari 2025, masyarakat Desa Gempolsewu dikejutkan dengan aktivitas pembukaan lahan yang berlokasi pada wilayah sempadan pantai di Dukuh Sigentong, Desa Gempolsewu, Kecamatan Rowosari, Kabupaten Kendal. Wilayah tersebut berada di sebelah timur muara Kali Kutho. Lahan yang sudah dibuka berukuran kira-kira 2,7 hektar dari total 6 hektar yang akan dibuka secara keseluruhan. Lokasi yang dibuka berjarak sekitar 30 – 33 m dari garis pantai. Berdasarkan penuturan warga dan operator alat berat yang dikerahkan, lahan tersebut akan digunakan sebagai area tambak budidaya udang vaname. Tidak diketahui secara jelas siapa pemilik dan status hak dari calon tambak tersebut, masyarakat hanya mendapat keterangan bahwa pemilik dari tambak tersebut adalah seorang perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL).

Setelah masyarakat melaporkan aktivitas pembukaan tambak tersebut kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pada 31 Januari 2025 Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Tengah, DKP Kendal, Pemerintah Kecamatan Rowosari, dan Pemerintah Desa Gempolsewu datang untuk meninjau lokasi tersebut. DKP Jateng merespons dan menyatakan bahwa wilayah yang dibuka itu bukan kewenangan DKP Jateng, tetapi kewenangan DKP Kendal. DKP Jateng hanya mempunyai kewenangan di wilayah laut. Dalam kesempatan yang sama, DKP Kendal juga menyatakan akan memeriksa kembali garis pantai yang ada di lokasi tersebut untuk bisa melihat wilayah sempadan pantai yang dimaksud.

Setelah peninjauan, hasil monitoring Pemerintah Kecamatan Rowosari tertanggal 11 Februari 2025 menyatakan bahwa terdapat kegiatan pemanfaatan ruang di area sempadan pantai yang diduga belum berizin. Identifikasi lapangan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (PKRL) KKP melalui Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Serang pada tanggal 29 Januari 2025 yang hasilnya telah dikeluarkan pada tanggal 13 Februari 2025 juga menyatakan telah terjadi kerusakan ekosistem pantai dengan hilangnya vegetasi pantai yang disebabkan oleh pembukaan lahan untuk budidaya tambak di atas lokasi yang dinyatakan sebagai Kawasan Ekosistem Mangrove berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kendal No. 1 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Perda Kabupaten Kendal No. 20 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kendal Tahun 2011-2031. Melalui hasil monitoring dan hasil identifikasi di atas, Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Kendal hendak menegakkan Perda tersebut dengan melakukan penyegelan di lokasi agar pembukaan lahan dihentikan. Namun, sampai saat rilis pers ini ditulis, aktivitas alat berat untuk pembukaan lahan masih terus berjalan.

Merespons hal tersebut, Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati menyatakan bahwa apa yang sedang terjadi saat ini di pesisir Desa Gempolsewu adalah bentuk tindakan kelalaian yang disengaja oleh DKP Kendal sebagai pemangku kebijakan pengelolaan pesisir dan laut di Kabupataen Kendal dengan membiarkan perusakan wilayah sempadan pantai untuk pembukaan lahan yang akan dijadikan sebagai lokasi budidaya tambak. Padahal, perwakilan masyarakat Desa Gempolsewu sudah mengadukan aktivitas pembukaan lahan tersebut dengan menyatakan telah terjadi kerusakan ekosistem pantai dan mangrove yang sebelumnya sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.

Sebelum lahan itu dibuka, masyarakat Desa Gempolsewu sudah memanfaatkan lahan tersebut dengan berbagai aktivitas pertanian, tambak, dan area pantai. Seorang penjual sayur keliling di Desa Gepolsewu memanfaatkan sedikit area dari lahan tersebut dengan menanam kacang-kacangan dan memperoleh manfaat dengan menjual kacang yang ia tanam ke warga sekitar desa.

Selain itu, beberapa area yang sudah dibuka juga sebelumnya dimanfaatkan oleh seorang petambak ikan bandeng seluas 50 x 20 m. Petambak ikan bandeng tersebut mengatakan baru menabur benih sejumlah 450 ekor dan berencana untuk memanen hasilnya dua bulan kemudian, setidaknya sebelum Hari Raya Idulfitri. Perkiraan pendapatan yang akan diperoleh dari budidaya ikan bandeng senilai Rp3.000.000. Namun, setelah pembukaan lahan tersebut petambak ikan bandeng tersebut juga mengalami kerugian ekonomi dan kehilangan akses untuk mengelola lahan yang sebelumnya telah lama ia manfaatkan.

Masyarakat Dukuh Sigentong secara umum juga memanfaatkan area tersebut sebagai area pantai dan lokasi pantai. Kini, setelah pembukaan lahan dilakukan, aktivitas produktif budidaya tanaman dan ikan dari masyarakat di atas lahan tersebut mengalami kerugian dan terdampak dari pembukaan tambak udang vaname. Atas dasar itulah masyarakat mengadukan aktivitas tersebut kepada KKP, DKP Provinsi Jawa Tengah, dan DKP Kabupaten Kendal.

Senada dengan yang disampaikan Susan dan warga gempolsewu yang memanfaatkan lahan, Parno, ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Kolodentho menyatakan bahwa aktivitas tersebut dapat mengancam keberlangsungan ekosistem pesisir yang ada di Desa Gempolsewu. Abrasi akan menjadi semakin besar jika wilayah tersebut dijadikan tambak udang. Wilayah tersebut adalah area sempadan pantai dan dimanfaatkan untuk aktivitas penghijauan guna melindungi wilayah pesisir Desa Gempolsewu dari abrasi. Wilayah sempadan pantai juga berfungsi sebagai sabuk pengaman untuk wilayah pesisir yang berada di Dukuh Sigentong dan Dukuh Larangan yang ada di Desa Gempolsewu mengingat kedua dukuh tersebut merupakan area yang rawan bencana. Terdapat aliran sungai Kali Kutho yang tanggulnya sudah mengalami pengikisan atau longsor. Air laut juga sering menggenangi area pemukiman saat terjadi gelombang pasang.

“Pembukaan lahan untuk budidaya tambak akan menambah volume air yang masuk ke pemukiman karena sudah merusak sabuk pantai di mana di atasnya terdapat tumbuhan mangrove sebagai pelindung abrasi. Pada musim tertentu, masyarakat juga memanfaatkan beberapa area tersebut dengan ditanami padi,” jelas Parno.

KIARA menilai bahwa kesengajaan perusakan ekosistem pantai pada wilayah sempadan pantai di pesisir Desa Gempolsewu ini sudah semestinya dihentikan. Tidak ada sedikitpun upaya untuk menanyakan dan meminta persetujuan masyarakat sebagai bentuk partisipasi bermakna atas rencana pembukaan lahan tersebut. Sebagai pemangku kebijakan pengelolaan wilayah pesisir di Kabupaten Kendal, DKP Kabupaten Kendal seharusnya mengambil tindakan tegas dengan menghentikan aktivitas pembukaan lahan tersebut dan menyelidiki pihak-pihak yang terlibat.

“KIARA menegaskan kepada Pemerintah Kabupaten Kendal khususnya DKP Kabupaten Kendal untuk mengatur dan mengelola kawasan sempadan pantai sebagaimana amanat dari UU Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di mana kawasan sempadan pantai merupakan bagian dari wilayah pesisir yang memiliki keragaman potensi sumber daya alam yang tinggi, dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa. Maka pengelolaannya harus dilakukan secara berkelanjutan dengan memperhatikan aspirasi dan partisipasi masyarakat, dan tata nilai bangsa yang berdasarkan hukum nasional. Pembiaran pembukaan tambak udang itu akan menempatkan masyarakat Desa Gempolsewu sebagai pihak yang paling dirugikan. Tindakan pembiaran oleh DKP Kendal atas pembukaan lahan di kawasan sempadan itu adalah bentuk ketidakberpihakan kepada masyarakat Desa Gempolsewu yang mengalami kerugian. Hal ini menunjukkan bahwa DKP Kendal menjadi ‘kepanjangan tangan’ pemodal untuk mengakumulasi keuntungan sebesar-besanya di atas masyarakat pesisir yang mengalami kerentanan baik secara ekonomi maupun kebencanaan,” tambah Susan.

 

Informasi Lebih Lanjut

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, +62-857-1017-0502

 

Dokumentasi Area Pembukaan Lahan untuk Tambak di Kawasan Sempadan Pantai Desa Gempolsewu

 

 

PELAKU PEMAGARAN LAUT BELUM DIUNGKAP, KIARA: KETIDAKTEGASAN KKP DAN DUGAAN MENUTUPI PELAKU UTAMA PEMAGARAN LAUT!

 

Siaran Pers

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)

www.kiara.or.id

 

PELAKU PEMAGARAN LAUT BELUM DIUNGKAP,

KIARA: KETIDAKTEGASAN KKP DAN DUGAAN MENUTUPI PELAKU UTAMA PEMAGARAN LAUT!

 

Jakarta, 13 Februari 2024 – Hingga pertengahan Februari 2025, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) maupun Kementerian/Lembaga negara lainnya belum mengungkapkan pelaku utama pemagaran laut yang terjadi di perairan pesisir Kabupaten Tangerang Banten. Belum adanya pengungkapan aktor/pelaku utamanya adalah bentuk dari dugaan kesengajaan penyembunyian aktor utamanya, yang juga merupakan bentuk dugaan ketidaktegasan KKP dalam menindak pelaku privatisasi perairan pesisir dan pulau kecil yang selama ini telah terjadi di Indonesia.

Merespon hal tersebut, Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati menyebutkan bahwa ada upaya untuk menggiring opini publik dari yang awalnya pemagaran laut menjadi hak atas tanah di atas laut. “KIARA memandang bahwa saat ini perhatian publik tengah digiring dari isu utamanya adalah dugaan tindak pidana pembatasan nelayan untuk melintas dan mengakses laut dan privatisasi laut dalam konteks pemagaran laut, menjadi isu lahirnya hak atas tanah di atas laut. Akan tetapi hingga saat ini belum ada transparansi ke publik terkait siapa dalang utama pelaku pemagaran laut ini,” jelas Susan.

KIARA mencatat bahwa perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menyegel pagar laut yang berada di perairan pesisir Kabupaten Tangerang pada tanggal 10 Januari 2025. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono berjanji akan melakukan investigasi terhadap pembangunan pagar laut tersebut dan mengungkapkan bahwa KKP membutuhkan waktu 20 hari untuk mencari tahu dalang atau pihak yang bertanggung jawab terkait pemagaran laut tersebut. Jika merujuk sejak tanggal 10 Januari 2025 hingga 20 hari setelahnya yaitu 30 Januari 2025, Menteri Kelautan dan Perikanan masih belum mengungkapkan siapa pihak yang bertanggungjawab maupun siapa aktor utama dalang pemagaran laut, walaupun masyarakat lokal maupun publik luas telah mengetahui dugaan pelaku utamanya.

Bahkan, pada 23 Januari 2025 telah dilangsungkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang diwakili langsung oleh Sakti Wahyu Trenggono sebagai Men-KP dengan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) yang membahas tentang kasus pagar laut dan Pulau Pari. Akan tetapi hal yang sama juga terjadi, 20 hari tepatnya di pertengahan bulan Februari 2025 masih belum ada kejelasan terhadap publik tentang siapa dalang dan/atau aktor utama pelaku pemagaran laut ini.

KIARA mendesak KKP untuk transparan dalam mengungkap pelaku utamanya pemagaran laut ini, bukan hanya sekedar membongkar pagar laut tanpa ada pengungkapan pelakunya. Pembongkaran pagar laut yang telah dilakukan bukan berarti menghilangkan tindak pidana dan kejahatan yang telah dilakukan. Hal yang sama juga berlaku sama dengan pemagaran laut yang terjadi di perairan Bekasi, walaupun pelaku utamanya telah mengakui perbuatannya. Sehingga pemagaran laut di perairan pesisir Kabupaten Tangerang juga harus diungkap dan ditindak secara pidana, baik oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung, maupun Kepolisian Indonesia,” ungkap Susan.

“Ada juga dugaan bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan melakukan tindakan kelalaian yang dengan sengaja tidak menindak pelaku pemagaran laut dan membiarkan pagar laut ini yang awalnya telah diketahui oleh publik dengan panjang 8 km. Selain harus adanya pengungkapan pelaku pemagaran laut secara transparan, KKP juga harus dievaluasi secara menyeluruh karena kelalaian akibat pagar laut, juga tindakan tersebut merugikan nelayan yang diakibatkan kelalaian oleh KKP dan juga oleh Pelaku pemagaran laut tersebut!,” pungkas Susan.(*)

 

Informasi Lebih Lanjut

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, +62-857-1017-0502