Krisis Iklim, Negara Wajib Lindungi Warga Pesisir
Krisis Iklim, Negara Wajib Lindungi Warga Pesisir
Jakart, 14 Desember 2017. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyampaikan, dalam beberapa pekan terakhir, Indonesia mengalami krisis iklim yang sangat parah.
Bentuknya berupa anomali suhu permukaan laut yang menghangat sekurang-kurannya 26,5 derajat Celcius terjadi di sejumlah wilayah perairan Indonesia. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut fenomena ini dengan siklon tropis.
Sekjen Kiara Susan Herawati menyampaikan, secara teknis, siklon tropis terjadi akibat adanya proses sirkulasi atmosfer yang memindahkan panas dari daerah khatulistiwa menuju garis lintang yang lebih tinggi.
Fenomena siklon tropis ini menyebabkan gelombang tinggi sekitar 2,5-4 meter di Perairan barat Kepulauan Mentawai hingga Bengkulu, Laut Jawa bagian tengah, perairan utara Jawa Tengah; 4-6 meter di Perairan Selatan Banten hingga Jawa Tengah.
Sementara di Samudera Hindia selatan Jawa hingga Jawa Timur mencapai 6-7 meter. Selain menjadi penyebab tingginya gelombang laut, siklon tropis juga menyebabkan kecepatan angin menjadi bertambah dari biasanya. Beberapa pekan terakhir, kecepatan angin bergerak mencapai 96 kilometer per jam.
Setelah Siklon Cempaka dan Siklon Dahlia melanda Indonesia, BMKG memprediksikan, masih ada dua siklon tropis yang akan terjadi di perairan Indonesia, yaitu: siklon tropis 93W dan siklon tropis 97S.
“Fakta-fakta tersebut seharusnya menjadi perhatian pemerintah, baik pusat dan daerah, karena fenomena siklon tropis ini berdampak buruk, khususnya bagi masyarakat pesisir yang berada di dekat garis pantai,” tutur Susan.
Dia mengatakan, Pusat Data dan Informasi KIARA (2017) mencatat, akibat anomali cuaca ini banjir air laut dengan ketinggian bervariasi, merendam desa-desa nelayan di Sumatera bagian selatan, Jawa bagian tengah, dan juga Pulau Lombok bagian timur dan tengah.
“Sejumlah petambak mengeluhkan kondisi banjir rob yang memasuki tambak udang mereka. Dalam waktu lama, jika air laut terus merendam kawasan tambak, maka sarana dan prasarana budidaya terancam tidak dapat beroperasi dan akan berdampak terhadap kelangsungan budidaya udang di Bumi Dipasena. Ancaman gagal panen pun tak dapat dihindari,” tuturnya.
Menurut Susan, satu keluarga petambak akan mengalami kerugian paling kecil sebesar Rp 20 juta jika mengalami kegagalan panen. Kawasan pertambakan udang dengan luas lebih dari 17.000 ha ini dihuni oleh 6.505 keluarga petambak. Artinya, jika ada 1.000 keluarga petambak yang gagal panen, maka kerugian material mencapai Rp 20 miliar.
Sumber: http://nusantara.rmol.co/read/2017/12/14/318218/Krisis-Iklim,-Negara-Wajib-Lindungi-Warga-Pesisir-