Tidak Ada Aktor Intelektual Pelaku Pagar Laut yang diungkap KKP, KIARA: Bukti Ketidakseriusan Menteri Kelautan dan Perikanan dalam Mengungkap Pelaku Utama Pemagaran Laut

Siaran Pers

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)

www.kiara.or.id

 

Tidak Ada Aktor Intelektual Pelaku Pagar Laut yang diungkap KKP,  KIARA: Bukti Ketidakseriusan Menteri Kelautan dan Perikanan dalam Mengungkap Pelaku Utama Pemagaran Laut

 

Jakarta, 4 Maret 2025 – Komisi IV DPR RI telah melaksanakan rapat kerja dengan Menteri Kelautan dan Perikanan beserta jajarannya pada tanggal 26 Februari 2025. Salah satu fokus utama dalam rapat kerja tersebut adalah membahas hasil investigasi KKP terkait pemagaran laut. Berkaitan dengan pagar laut, Menteri Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa saat ini telah ditetapkan 2 pelaku yang selaku penanggung jawab yang telah ditindak oleh kepolisian bersama KKP.

Merespon hal tersebut, Sekretaris Jenderal KIARA – Susan Herawati – menyatakan bahwa hingga sampai akhir Februari 2025, Menteri Kelautan dan Perikanan belum mengeluarkan hasil investigasi apapun yang berkaitan dengan pemagaran laut serta pelaku utamanya. Adapun yang disampaikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan adalah Kades dan aparat desa Kohod yang menjadi pelaku selaku yang bertanggung jawab atas pagar laut tersebut. “Apakah Menteri Kelautan dan Perikanan tidak mengetahui bahwa Bareskrim Polri telah menahan 4 orang tersangka yaitu Kepala Desa Kohod, Sekretaris Desa Kohod beserta 2 penerima kuasa atas unsur pelanggaran pidana berupa pemalsuan warkah yang dipakai untuk mengurus SHGB dan SHM. Dugaan tindak pidana ini melanggar Pasal 263 KUHP, Pasal 264 KUHP, Pasal 266 KUHP, serta Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dugaan dan delik tersebut secara jelas bukan karena pemagaran laut,” tegas Susan.

KIARA menilai bahwa untuk melihat aktor/pelaku utama dari kejahatan pemagaran laut sepanjang 30,16 km adalah mencari pihak yang paling diuntungkan dengan adanya pemagaran laut tersebut. Pengungkapan pelaku utama yang paling diuntungkan dengan berjalannya pagar laut ini yang seharusnya menjadi fokus utama KKP dalam investigasinya. Sehingga berdasarkan teori subjektivitas, aktor utama pelaku pemagaran laut yang seharusnya menjadi target utama yang harus diungkap, dan tidak hanya menyasar pada aktor yang turut serta melakukan maupun aktor yang membantu melakukan pemagaran laut tersebut.

Yang perlu dipertegas kembali adalah bahwa pemagaran laut ini memiliki panjang ±30,16 km yang terdapat di 16 desa di 6 kecamatan Kabupaten Tangerang. Sehingga, bukan hanya di Desa Kohod saja pagar laut tersebut berada. Akan tetapi, dari pemaparan Menteri Kelautan dan Perikanan di Raker dengan Komisi IV DPR RI, hanya menyasar peristiwa hukum pemagaran laut di Desa Kohod. Hal ini berkonsekuensi dengan penindakan hukum secara administrasi yang hanya menyasar terduga pelaku yaitu Kepala Desa Kohod, yang menurut kami hanya salah satu aktor pemerintah desa yang memuluskan proyek pemagaran laut tersebut,” jelas Susan.

KIARA mencatat bahwa: pertama, pemagaran laut jelas telah berdampak secara ekologi, dan juga merugikan perekonomian nelayan kecil dan tradisional karena mengganggu aktivitas melaut, bahkan hasil tangkapan yang jauh berkurang karena adanya pagar laut di perairan 16 desa tersebut. Bahkan pemagaran laut ini juga telah merugikan keuangan negara dalam konteks pembongkaran pagar laut sepanjang 30,16 km tersebut.

Kedua, dalam mengungkap pelaku pemagaran laut ini, bukan hanya berujung pada pengungkapan Kepala Desa Kohod dan Sekretaris Desa Kohod sebagai pihak yang dianggap pelaku utama pemagaran laut sepanjang 30,16 km. Hasil pemeriksaan Menteri Kelautan dan Perikanan yang menyebutkan penetapan Kepala Desa Kohod dan Sekretaris Desa Kohod serta 2 orang lainnya sebagai penanggung jawab pemagaran laut di Kabupaten Tanggerang adalah suatu kekeliruan dan bentuk ketidakseriusan Menteri Kelautan dan Perikanan dalam mengungkap pelaku utama/intelektual dan hanya menyasar pada aktor/pelaku lapangan.

Ketiga, Menteri Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa Kepala Desa Kohod sebagai pelaku pemagaran laut bersedia membayar seluruh denda administratif sebesar 48 miliar rupiah. Akan tetapi, pengacara Kepala Desa Kohod membantah telah menyetujui bersedia denda tersebut. Bahkan mereka belum menerima pemberitahuan resminya dan denda Rp 48 miliar yang ditimpakan kepada kliennya adalah hitung-hitungan ngaco sebagaimana dikutip dari Tempo. KIARA melihat bahwa pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut adalah suatu bentuk dugaan pembohongan publik, dan dugaan bentuk penyembunyian pelaku utama pemagaran laut tersebut.

Keempat, Menteri Kelautan dan Perikanan hingga saat ini juga belum membuka hasil investigasi yang telah dilakukan oleh KKP secara transparan kepada Publik. Publik berhak mengetahui seluruh aktor yang terlibat dalam pemagaran laut ini, mulai dari aktor intelektualnya, pelaku perantara/penghubung aktor intelektual dengan aktor lapangan, yang sesuai dengan tupoksi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ketidaktranspanan dan ketidaktegasan Menteri Kelautan dan Perikanan dalam mengungkap pelaku utama pemagaran laut ini patut menjadi perhatian publik bahwa ada dugaan ketidakseriusan Menteri Kelautan dan Perikanan dan dugaan kesengajaan/pembiaran yang dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan sehingga pelaku utama pemagaran laut ini tidak akan diungkap.

Kelima, penahanan Kepala Desa Kohod, Sekretaris Desa Kohod beserta 2 penerima kuasa adalah atas unsur pelanggaran pidana berupa pemalsuan warkah yang dipakai untuk mengurus SHGB dan SHM. Dugaan tindak pidana ini melanggar Pasal 263 KUHP, Pasal 264 KUHP, Pasal 266 KUHP, serta Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sehingga telah jelas bahwa dugaan dan delik tersebut secara jelas bukan karena pemagaran laut. Atas hal tersebut, KKP seharusnya serius dan transparan dalam mengungkap pelaku/aktor utama pemagaran laut yang terjadi sepanjang ±30,16 km yang terdapat di 16 desa di 6 kecamatan Kabupaten Tangerang.

Hal lainnya yang menjadi perhatian KIARA adalah bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI menyebutkan bahwa 5 kebijakan ekonomi biru KKP kelihatannya berfokus pada ekologi, akan tetapi dibaliknya adalah untuk pendapatan ekonomi. Menteri Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa PNBP terbesar adalah ruang laut. Dalam kasus pagar laut, reklamasi, pembangunan hotel resort dipulau yg ga ada izin udah dilakukan penghentian dan yg bersangkutan kemudian membayar denda administrasi dan. Hal ini juga telah jelas dan terang terlihat dari tindakan KKP yang memberikan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) untuk berbagai korporasi memanfaatkan ruang laut untuk berbagai kepentingan seperti reklamasi, pembangunan resort dan lain sebagainya. Dari pernyataan tersebut, telah jelas bahwa prioritas Menteri Kelautan dan Perikanan adalah pada peningkatan PNBP dari korporasi, bukan pada tapi perlindungan profesi nelayan kecil dan tradisional serta keberlanjutan ekosistem wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil!” pungkas Susan Herawati. (*)

 

Informasi Lebih Lanjut

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, +62-857-1017-0502