Siaran Pers Bersama Kelompok Pengelola Sumber Daya Alam (KELOLA) Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan Tolak Reklamasi
Siaran Pers Bersama
Kelompok Pengelola Sumber Daya Alam (KELOLA)
Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan Tolak Reklamasi
Manado, 05 Maret 2025 – Pasca semakin masifnya informasi tentang rencana reklamasi pantai publik terakhir di pesisir Manado Utara, masyarakat pesisir Manado Utara semakin mengkhawatirkan keberlanjutan ekosistem esensial di laut dan juga keberlanjutan profesi nelayan tradisional dan kecil yang ada di wilayah tersebut. Rencana reklamasi tersebut akan meliputi 5 pesisir kelurahan di Kecamatan Tuminting, yaitu pesisir Sindulang Satu, Sindulang Dua, Bitung Karang Ria, Maasing, dan Tumumpa Dua.
Salah satu kelompok yang peduli terhadap ekosistem esensial di laut Manado yaitu Manado Scientific Exploration Team, telah melakukan penelitian di Teluk Manado. Penelitian tersebut di-launching/dikeluarkan dengan judul Laporan Khusus tentang Isu Rencana Penciptaan Lahan di Pesisir Utara Teluk Manado. Sejak tahun 2019, Manado Scientific Exploration Team (MSET) telah melakukan kegiatan eksplorasi kondisi oseanografi dan terumbu karang di sepanjang wilayah pantai Teluk Manado termasuk tepian kawasan pantai yang sudah direklamasi.
Berkaitan dengan rencana reklamasi di Teluk Manado yang berlokasi di sepanjang pesisir pantai Kelurahan Maasing hingga Tumumpa, reklamasi di dilokasi tersebut sangat kontroversial karena beberapa faktor: 1) Areal reklamasi merupakan wilayah pantai tersisa di Teluk Manado; 2) Areal reklamasi berbatasan sangat dekat dengan kawasan konservasi Taman Nasional Bunaken; 3) Kawasan reklamasi mencakup wilayah yang luas (sekitar 90 Ha); 4) Sepanjang kawasan reklamasi terdapat masyarakat nelayan dan pesisir yang memiliki karakteristik budaya bahari yang kental dan ketergantungan ekonomi pada sumber daya pantai; 5) Pantai di kawasan reklamasi memiliki ciri fisik, biologis, dan ekologis yang spesifik; 6) Sebagian wilayah pemukiman dekat pantai di kawasan reklamasi merupakan wilayah potensial terdampak bencana banjir.
Dari hasil pengamatan MSET, karang yang ditemukan adalah karang dengan bentuk pertumbuhan massive. Karang ini ditemukan pada hari kedua di samping jetty kelurahan Tumumpa yang terdapat di kedalaman 1 meter saat surut terendah, dengan tipe substrat dasar perairan berpasir. Karang tersebut merupakan salah satu yang mudah ditemukan, bentuknya seperti bongkahan batu dan memiliki permukaan berongga. Jarak antara titik awal snorkling hingga sampai ke lokasi karang berjarak 50 meter. Substrat dasar perairan di sekitar lokasi pengambilan data adalah berpasir. Organisme yang ditemukan selain karang berupa moluska, alga, dan ikan karang.
Dalam konteks ekologis, kawasan pantai Manado Bagian Utara tersebut merupakan tempat hidup terakhir spesies-spesies ikan pantai atau ikan neritik Teluk Manado yang sebelumnya banyak ditemukan di sepanjang pantai berpasir perairan dangkal antara muara Sungai Malalayang hingga muara Sungai Tondano yang telah diubah menjadi daratan. Bahkan, terdapat alat tangkap tradisional soma dampar atau jaring tarik pantai yang masih beroperasi di wilayah pantai Manado Utara menjadi bukti keberadaan spesies-spesies ikan tersebut.
Di perairan pantai Manado Bagian Utara tersebut juga terdapat larva, postlarva, dan juvenile ikan nike (Gobiidae) yang bersifat amfidromus dapat berada di pantai ini sebelum masuk ke Sungai Tondano. Hal tersebut karena karakteristik perairan campuran antara air laut dan air tawar menjadikan pantai ini sangat unik. Sedangkan Sedangkan dalam konteks oseanografi, Pantai ini merupakan tipe pantai konstruksional (sedimented coast). Jika pantai ini hilang akibat ditimbun, maka sedimen yang berasal dari dua mulut sungai besar (Sungai Tondano dan S. Bailang) akan menjauh ke arah laut. Pada situasi selanjutnya, dampak terhadap wilayah sekitar terutama kawasan konservasi Taman Nasional Bunaken menjadi hal yang tidak terelakan. Sehingga pantai ini berperan sangat pentingterkait sistem hidrologi di wilayah pesisir setempat. Sejak pembangunan Jl. Boulevard II fungsi ini telah jauh berkurang sehingga kawasan pemukiman yang rendah menjadi mudah tergenang air saat hujan. Kehadiran konstruksi lahan reklamasi akan memperburuk fungsi hidrologi yang akan berakibat potensi banjir yang lebih serius. Jikapun dibuat jarak antara batas jalan dan tanah timbunan lahan reklamasi tidak akan signifikan mengurangi gangguan hidrologi yang akan terjadi. Dalam konteks sosial, perairan laut dan pesisir pantai Manado Utara merupakan hunian komunitas bahari Orang Manarou atau Suku Babontehu dengan kesatuan adat-istiadatnya, dan tercatat dalam literatur sebagai suku pertama penutur Bahasa Melayu Manado. Selain komunitas tersebut, juga terdapat komunitas lokal masyarakat pesisir lainnya yang menghuni, mengelola dan memanfaatkan kesatuan ekosistem darat dan laut yang ada di pesisir Teluk Manado dan Manado Utara. Masyarakat menyambut baik hasil kajian tersebut. Masyarakat bahkan memvalidasi hasil kajian MSET dan menambahkan bahwa dilokasi tersebut merupakan ruang tangkap nelayan tradisional dan ruang yang akan direklamasi tersebut adalah sumber utama pendapatan nelayan tradisional. “Di laut kelurahan kami tersebut terdapat berbagai jenis ikan yang menjadi tangkapan utama kami. Itu menandakan kalau diperairan laut kelurahan kami tersebut masih ada terumbu karang yang hidup,” jelas Roy Runruwene, yang berprofesi sebagai nelayan tradisonal. Dari pemaparan tersebut, telah jelas bahwa reklamasi di Teluk Manado yang berlokasi di sepanjang pesisir pantai Kelurahan Maasing hingga Tumumpa akan berdampak terhadap perekonomian dan keberlanjutan nelayan yang hidup di wilayah pesisir tersebut. Sedangkan dalam konteks ekologi, akan berdampak terhadap keberlanjutan terumbu karang serta biota lainnya yang hidup di wilayah perairan laut tersebut.