Kelompok Nelayan Puspita Bahari: Memetik Buah Kegigihan Gotong Royong
Mata dunia terbuka lebar mendapati peran penting komunitas perempuan nelayan di sektor perikanan. Sedikitnya 56 juta orang secara langsung terlibat di dalam aktivitas perikanan, di mana di dalamnya termasuk perempuan nelayan yang memainkan peranan penting dalam pengolahan dan pemasaran hasil tangkapan ikan (FAO, 2014).
Minus pengakuan
Pusat Data dan Informasi KIARA menemui fakta bahwa: pertama, perempuan nelayan menghabiskan waktunya selama 17 jam per hari untuk mengurus keluarga dan membantu suami mendapatkan alternatif pendapatan keluarga; dan kedua, sebesar 48 persen pendapatan keluarga nelayan adalah kontribusi perempuan nelayan.
Bertolak dari kedua fakta di atas, tak mengherankan jika gerakan perlindungan dan pemberdayaan pelaku perikanan skala kecil hingga level internasional mendorong negara-negara di dunia untuk mendata, memenuhi dan melindungi, serta memfasilitasi komunitas perempuan nelayan untuk memperoleh hak-hak dasarnya, baik sebagai warga negara maupun hak khususnya selaku pelaku penting di sektor perikanan. Bagaimana dengan Indonesia?
Berkaca pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, tidak ada pengakuan politik dari Negara terhadap komunitas perempuan nelayan. Absennya pengakuan di level kebijakan tak lantas membuat komunitas perempuan nelayan berdiam diri.
Pada tahun 2010, KIARA bersama dengan Jaringan Pengembangan Kawasan Pesisir (JPKP) Buton, Sulawesi Tenggara, menginisiasi lahirnya Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) yang dibidani oleh komunitas-komunitas nelayan di Indonesia, di antaranya Kelompok Perempuan Nelayan Puspita Bahari yang berasal dari Desa Morodemak, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah.
Menyadari potensi
Perkampungan nelayan di Indonesia identik dengan kondisi lingkungan yang kumuh, terbelakang dan akrab dengan kemiskinan. Situasi ini pula yang terlihat di Desa Morodemak. Nampak pemukiman padat penduduk, langganan banjir rob, akses jalan yang sempit, genangan rawa dan selokan yang penuh dengan sampah.
Diperlukan kerjasama yang baik antara masyarakat setempat dengan Pemerintah Kabupaten Demak untuk menghadirkan lingkungan hidup yang bersih dan sehat sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Mendapati kondisi kampungnya, Puspita Bahari mengambil inisiatif untuk memanfaatkan sampah yang terserak menjadi produk ekonomi kreatif yang memiliki nilai jual, seperti bantal dari limbah plastik.
Terbentuk sejak 25 Desember 2005 dan memulai kegiatan koperasi beras di awal 2006, aktivitas Puspita Bahari mengalami pasang-surut. Bahkan sempat vakum di tahun 2007 oleh karena dana koperasi beras yang tidak dikembalikan. Situasi ini tidak menyurutkan niat awal pendirian Puspita Bahari yang digawangi oleh Ibu Masnuah, kerap disapa Mbak Nuk.
Pada tahun 2009, Puspita Bahari mulai bergiat dengan kegiatan pengolahan ikan belida menjadi kerupuk. Kegiatan ini difasilitasi oleh LPUBTN dan terus berkembang hingga mendapatkan dana program pemberdayaan masyarakat pesisir dari Dompet Dhuafa yang bekerjasama dengan KIARA dan Layar Nusantara/LBH Semarang, Jawa Tengah.
Saat ini Puspita Bahari juga memiliki beberapa unit usaha, antara lain pengemasan teri, produksi kerupuk ikan, dan aneka kerajinan khas pesisir lainnya.
Tak hanya itu, untuk mengantisipasi ledakan pembiayaan pengeluaran keluarga, Puspita Bahari membentuk 3 model tabungan bagi para anggotanya yang terdiri dari perempuan nelayan, baik istri nelayan maupun mereka yang belum menikah. Tiga tabungan itu yakni TAKO (Tabungan Sembako), TAREN (Tabungan Rendeng), dan TAHARA (Tabungan Hari Raya). Ketiga tabungan ini dikelola oleh Koperasi Puspita Bahari dengan Badan Hukum Nomor 245/BH/XIV.8/VII/2012 yang disahkan pada tanggal 19 Juli 2012.
Untuk TAKO, setiap anggota diharuskan membayar iuran sebesar Rp. 2.000 per hari. Dalam sebulan akan terkumpul Rp. 60.000 per orang. Dana yang terkumpul dari setiap anggota akan dibelikan sembilan bahan pokok (sembako) rumah tangga dan dibagikan secara merata. Sementara TAREN dimanfaatkan oleh anggota Puspita Bahari untuk menyimpan pendapatan suami pasca melaut dan dapat diambil saat cuaca ekstrem melanda. Demikian juga TAHARA yang dimanfaatkan jelang Hari Raya Idul Fitri dan atau Idul Adha.
Menuai hasil
Kreativitas yang dipompa oleh semangat ingin maju bersama membuat Puspita Bahari dianugerahi penghargaan setingkat nasional Kusala Swadaya pada tahun 2011. Sejak itulah, kiprah Puspita Bahari kian terang.
Pada perkembangannya, Puspita Bahari mendapatkan kepercayaan dan kesempatan dari berbagai pihak untuk terus mengembangkan kegiatan kelompok dan berbagi inspirasi kepada kelompok perempuan nelayan lainnya di Jawa Tengah. Salah satunya dari Balitbang Provinsi Jawa Tengah yang memfasilitasi pelatihan inkubator pengembangan batik dan memperluas jaringan pemasaran.
Berbekal segudang pengalaman yang dimiliki oleh Puspita Bahari, KIARA bersama dengan PPNI wilayah Jawa Tengah dan KLOMPPALD (Kelompok Petani dan Nelayan Penjaga Abrasi Laut dan Darat) menyelenggarakan Pelatihan Pengolahan Hasil Tangkapan Ikan di Lewoleba, Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur, pada bulan Februari 2014. Pelatihan ini diminati oleh komunitas perempuan nelayan yang sebelumnya tidak pernah terpikir untuk memanfaatkan hasil tangkapan ikan suami menjadi produk ekonomi bernilai tinggi.
Tak sebatas urusan peningkatan pendapatan keluarga nelayan, Kelompok Perempuan Nelayan Puspita Bahari juga melihat pentingnya penyadaran mengenai hak dan kewajiban perempuan di berbagai keterlibatannya, seperti hak sebagai istri dan warga negara.
Kelompok Perempuan Nelayan Puspita Bahari terus mengepakkan sayapnya di tengah akses pasar dan modal. Kondisi ini tak membuat mereka patah arang. Kini mereka tengah membangun Sekretariat Puspita Bahari yang nantinya diperuntukkan sebagai ruang pertemuan dan rumah produksi.
”Semua usaha membutuhkan waktu. Pembinaan juga harus dimulai dengan penyadaran hak dan kewajiban perempuan. Saya yakin, perempuan nelayan suatu hari nanti bisa mandiri,” kata Masnu’ah yang dipercaya menjadi Ketua Kelompok Perempuan Nelayan Puspita Bahari dan Koordinator PPNI Jawa Tengah.
***