Daya Saing Perikanan Menurun
KELAUTAN Daya Saing Perikanan Menurun
JAKARTA, KOMPAS- Daya saing perikanan Indonesia menunjukkan pelemahan. Selain perikanan tangkap yang cenderung stagnan, Indonesia dinilai belum mampu mengoptimalkan pengolahan ikan yang bernilai tambah.
Hal itu terungkap dalam Diskusi Visi Misi Kelautan dan Perikanan Calon Presiden 2014: Tantangan dan Peluang Nelayan Tradisional, di Jakarta, Kamis (19/6).
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice Riza Damanik mengemukakan, pengolahan produk perikanan terus menurun. Tahun 2008, kontribusi produk ikan olahan tercatat 40 persen dari total produk ikan nasional. Namun, pada tahun 2013, produk olahan ikan menurun, yakni hanya 20-30 persen dari total produksi ikan. Total produksi perikanan mencapai 18,8 juta ton meliputi perikanan tangkap 5,4 juta ton dan perikanan budidaya 13 juta ton.
Ketertinggalan nilai tambah perikanan menjadi ironis mengingat Indonesia merupakan produsen ikan terbesar dunia setelah Tiongkok. “Liberalisasi perikanan pada Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 harus disikapi dengan mendorong kualitas sumber daya manusia dan produk bernilai tambah,“ kata Riza.
Jumlah tenaga kerja di sektor pengolahan juga masih tertinggal. Menurut Riza, dari total 13,8 juta orang tenaga kerja di sektor perikanan, hanya 10 persen tenaga kerja di sektor pengolahan. Selebihnya,50,4 persen di sektor produksi dan 36 persen di pemasaran.
Daya saing lemah
Menurut Riza, lemahnya daya saing sektor perikanan merupakan ancaman dalam menghadapi MEA 2015. Di tingkat ASEAN, Indonesia hanya di peringkat ketiga dalam sektor perikanan.
Sementara itu konsumsi ikan masyarakat terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan minat makan ikan. Di tingkat nasional, tingkat konsumsi ikan tahun 2013 mencapai 35,15 kilogram (kg) per kapita dan diprediksi menjadi 40 kg per kapita dalam kurun 5 tahun.
Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim,mengemukakan, sudah saatnya ekspor ikan dioptimalkan dalam bentuk olahan.
Ia mencontohkan, Indonesia sebagai produsen tuna terbesar dunia selama ini mengedepankan ekspor ikan dalam bentuk utuh atau gelondongan. Ikan utuh yang diekspor kemudian kembali masuk ke Indonesia dalam bentuk impor produk olahan.
Terobosan calon pesiden diharapkan mampu memperkuat nelayan, memberantas pencuri ikan,melakukan pembangunan pelabuhan yang lebih merata, serta melakukan reformasi perbankan agar mendukung permodalan bagi nelayan.
Hingga kini Indonesia juga belum mampu memanfaatkan wilayah tangkap Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan laut lepas yang kaya ikan. Dari total 2,3 juta nelayan di Tanah Air, sejumlah 99,5 persen kapal ikan menangkap ikan di perairan kepulauan. ZEEI hanya tersentuh oleh 0,5 persen dari jumlah kapal ikan nasional. Akibatnya, ZEEI menjadi sarang pencurian oleh kapal asing.
Presiden mendatang diharapkan melakukan diplomasi maritim secara bilateral kepada negara-negara asalpencuri ikan, termasuk pengaturan bersama pemberantasan praktik penangkapan ikan ilegal. Selain itu juga evaluasi izin kapal asing dan memboikot negara-negara tujuan ikan ilegal.(LKT)
Sumber: KOMPAS, Jumat, 20 Juni 2014, Halaman 18