Siaran Pers Bersama – WALHI dan KIARA Ajukan Gugatan Atas Terbitnya Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) Teluk Manado/Laut Sulawesi di PTUN Jakarta
Siaran Pers Bersama
Tim Advokasi Penyelamatan Pesisir dan Pulau Kecil (TAPaK)
WALHI dan KIARA Ajukan Gugatan Atas Terbitnya Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) Teluk Manado/Laut Sulawesi di PTUN Jakarta
Jakarta, 20 Desember 2024 – Pada tanggal 15 November 2024, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengajukan gugatan atas terbitnya kebijakan Pemerintah Pusat menerbitkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) Nomor: 20062210517100001 kepada PT Manado Utara Perkasa, tanggal 17 Juni 2022 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Ini adalah proyek reklamasi dalam hal penyiapan lahan untuk pembangunan pusat bisnis dan pariwisata di Teluk Manado/Laut Sulawesi. Gugatan ini terdaftar dalam register perkara Nomor 444/G/LH/2024/PTUN.JKT.
Gugatan WALHI dan KIARA ini diajukan melalui kuasa hukumnya yang tergabung dalam TIM ADVOKASI PENYELAMATAN PESISIR DAN PULAU KECIL (TAPaK). Gugatan ini merupakan tindak lanjut atas laporan perwakilan masyarakat pesisir Manado Utara, khususnya nelayan kecil yang akan dirugikan atas proyek reklamasi tersebut.
Perizinan reklamasi di pesisir Teluk Manado/Laut Sulawesi melalui skema Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) tersebut diterbitkan oleh atas nama Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melalui sistem OSS. KKP melalui Peraturan Menteri Kelautan (PermenKP) No. 8 Tahun 2020 telah melakukan pendelegasian kewenangan untuk penerbitan perizinan berusaha sektor kelautan dan perikanan kepada BKPM. Akan tetapi, menurut PermenKP tersebut, kewenangan BKPM hanya sebatas pada penerbitan perizinan berusaha di sektor kelautan dan perikanan, akan tetapi verifikasi lapangan dan penilaian teknis permohonan PKKPRL merupakan kewenangan dari KKP maupun unit pelaksana teknisnya.
Terkait dengan proses gugatan ini, perwakilan Kuasa Hukum TAPaK, Judianto Simanjuntak menjelaskan bahwa setelah gugatan didaftarkan pada Tanggal 15 November 2024, kemudian dilanjutkan persidangan pertama (perdana) pada tanggal 26 November 2024 dengan agenda sidang pemeriksaan persiapan (administrasi) atau dismissal process sesuai dengan Hukum Acara Peradilan Tata usaha Negara. Majelis Hakim memberikan masukan atas gugatan tersebut untuk diperbaiki. Sidang pemeriksaan persiapan dilanjutkan pada tanggal 10 Desember 2024, Majelis Hakim masih memberikan masukan atas gugatan tersebut untuk diperbaiki. Pada waktu sidang pemeriksaan persiapan pada tanggal 10 Desember 2024, TAPaK menyampaikan kepada Majelis Hakim bahwa Majelis Hakim yang menangani perkara ini harus mempunyai sertifikat lingkungan hidup karena perkara ini menyangkut lingkungan hidup yang merupakan amanat dari Keputusan Mahkamah Agung Nomor 134 Tahun 2021 Tentang Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup, yang menyatakan “perkara lingkungan hidup harus diadili oleh hakim lingkungan hidup yang bersertifikat dan yang diangkat oleh Ketua Mahkamah Agung”. Majelis Hakim menyatakan sudah mempunyai sertifikat lingkungan hidup karena ini perkara lingkungan hidup maka ketua PTUN Jakarta menunjuk hakim yang mempunyai sertifikat lingkungan hidup untuk menangani dan menyidangkan perkara ini, karena hal itu peraturan dari Mahkamah Agung.
Judianto Simanjuntak yang merupakan Pengacara Publik ini melanjutkan bahwa pada persidangan pemeriksaan persiapan pada tanggal 17 Desember 2024, Majelis Hakim menyatakan gugatan WALHI dan KIARA tidak ada lagi perbaikan dan layak untuk disidangkan. Selanjutnya Majelis hakim mengagendakan persidangan selanjutnya pada tanggal 24 Desember pukul 11.00 WIB, dengan agenda sidang pembacaan gugatan dan pembacaan penetapan apakah Majelis Hakim menerima atau tidak PT Manado Utara Perkasa sebagai pihak Tergugat Intervensi sebagaimana permohonan sebagai pihak Tergugat Intervensi yang diajukan PT Manado Utara Perkasa. Sidang akan dilaksanakan secara online (electronic Court/E- Court). Majelis Hakim menyatakan setelah persidangan tanggal 24 Desember 2024 dilanjutkan persidangan Jawaban dari Tergugat, Replik dari Penggugat, dan Duplik dari Penggugat yang dilakukan secara E Court (online). Kemudian dilanjutkan sidang pembuktian (bukti surat, saksi, dan ahli) yang akan dilaksanakan secara offline (tatap muka).
Perwakilan Kuasa Hukum TAPaK, Mulya Sarmono menyebutkan bahwa gugatan proyek reklamasi melalui PKKPRL ini merupakan bentuk keputusasaan dan perlawanan masyarakat pesisir Manado Utara kepada Pemerintah Pusat dan Daerah yang secara sewenang-wenang memberikan izin reklamasi di pesisir Manado Utara. “Warga pesisir Manado Utara telah hidup secara turun temurun di pesisir Manado Utara, akan tetapi pemerintah secara ugal-ugalan mengeluarkan perizinan yang akan merampas ruang hidup masyarakat pesisir. Tidak ada pelibatan masyarakat pesisir yang bermakna dan masyarakat pesisir Manado Utara telah jelas menyatakan penolakan atas proyek reklamasi tersebut, akan tetapi tidak diakomodir, bahkan dipertimbangkan saja tidak. Secara teoritik menurut Arnstein (1969) hal ini sebagai manipulasi yang termasuk kluster non-partisipasi dalam tingkatan partisipasi masyarakat,” jelas Mulya Sarmono.
Hal senada disampaikan oleh perwakilan Kuasa Hukum TAPaK lainnya yaitu Afif Abdul Qoyim menyatakan bahwa proyek reklamasi melalui PKKPRL ini menggunakan dasar hukum yang telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, yaitu UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. “Hal tersebut berdasarkan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, tanggal 25 November 2021 tentang Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa pembentukan UU CK tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan.
Dalam konteks lingkungan hidup, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Nasional (WALHI Nasional), Zenzi Suhadi, menyatakan bahwa berbagai proyek reklamasi mengancam keberlanjutan lingkungan hidup di wilayah pesisir Manado Utara itu sendiri maupun area penyangganya, yang merupakan area penangkapan ikan serta wilayah tambatan perahu nelayan kecil. “Proyek reklamasi di Teluk Manado/Laut Sulawesi telah jelas bertentangan dengan asas-asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang seharusnya dilaksanakan berdasarkan asas pelestarian dan keberlanjutan, kehati-hatian, keadilan, keanekaragaman hayati, manfaat, serta partisipatif. Bahkan negara berkewajiban untuk bertanggung jawab atas lingkungan hidup yang baik dan sehat terutama kegiatan yang akan berpengaruh pada perubahan iklim. Seharusnya Kementerian Majelis Hakim PTUN Jakarta membatalkan PKKPRL ini karena bertentangan dengan asasasas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan juga peraturan perundang-undangan yang telah memandatkan negara untuk melindungi keberlanjutan sosial-ekologi pesisir dan pulau kecil.
Sedangkan dalam konteks sosial ekologi di pesisir Manado Utara, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati, menyebutkan bahwa dampak proyek reklamasi melalui PKKPRL ini akan dirasakan permanen oleh masyarakat pesisir, khususnya nelayan kecil dan tradisional yang ada di Manado Utara, bahkan Teluk Manado. “Pantai Manado Utara seluas 90 ha adalah pantai terakhir yang tersisa di Teluk Manado. Selain itu, reklamasi akan memusnahkan terumbu karang yang masih hidup di lokasi reklamasi tersebut, hal ini telah dibuktikan oleh Manado Scientific Exploration Team bahwa di lokasi tersebut terdapat ekosistem terumbu karang yang hidup. Serta proyek reklamasi ini mengancam ekosistem laut pada Taman Nasional Bunaken yang letaknya berbatasan langsung dengan lokasi reklamasi. Bahkan proyek reklamasi ini akan meningkatkan potensi bencana banjir di kecamatan Tuminting, yang selama ini telah mulai terdampak banjir. Terakhir, seluruh nelayan kecil dan tradisional dapat dipastikan secara perlahan akan beralih profesi karena harus berhadapan dengan kondisi pantai yang bergelombang besar dengan tepian lahan reklamasi berupa bebatuan dan semakin sulitnya nelayan kecil/tradisional untuk mengakses laut dan mendapatkan ikan,” tegas Susan.
Karena itu TAPaK mengharapkan Majelis Hakim PTUN Jakarta yang memeriksa dan menyidangkan perkara ini harus berperspektif lingkungan dan mengutamakan keberlanjutan lingkungan hidup dan masyarakat yang hidup dan bergantung atas sumber daya kelautan dan perikanan tersebut. Bahkan hal ini telah dimandatkan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023, tanggal 21 Maret 2024 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa tujuan kemakmuran rakyat sebagaimana maksud Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tidak dapat dipungkiri sangat tergantung pada keberlanjutan (sustainability) dari natural capital resources dan ekosistem yang sehat, sehingga penting untuk menjaga dan menggunakan sumber daya alam secara berkelanjutan, serta memelihara keadaan ekosistem agar tetap sehat, “ujar Judianto Simanjuntak.
Judianto Simanjuntak melanjutkan bahwa dengan gugatan ini, diharapkan Majelis Hakim mengabulkan gugatan ini dengan putusan menyatakan Batal atau Tidak Sah Keputusan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor: 20062210517100001 tentang Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) kepada PT Manado Utara Perkasa, tanggal 17 Juni 2022.
Susunan Majelis Hakim dalam perkara ini adalah:
1. Hakim Ketua : Ganda Kurniawan, S.H.
2. Hakim Anggota : Yuliant Prajaghupta, S.H.
3. Hakim Anggota: Irvan Mawardi, S.H,. M.H
Informasi Lebih Lanjut:
Judianto Simanjuntak, Kuasa Hukum (TAPaK), +62 857-7526-0228
Afif Abdul Qoyim, Kuasa Hukum (TAPaK), +62 813-2004-9060
Mulya Sarmono, Kuasa Hukum (TAPaK), +62 821-8723-3020
Teo Reffelsen (TAPaK dan WALHI Nasional) +62 852-7311-1161
Fikerman Saragih (TAPak & KIARA) +62 823-6596-7999