Kisah Mak Tri : Merawat Laut, Memberdayakan Perempuan
Tri Ismuyati, perempuan yang kerap disapa Mak Tri tumbuh besar di wilayah pesisir tepatnya Desa Bandungharjo, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Saat ini ia berkesibukan sebagai petani tambak. Sebelum mengelola tambak Mak Tri beraktivitas, memasarkan dan membuat olahan hasil tangkapan suaminya yang berprofesi sebagai nelayan. Tapi semenjak merendahnya hasil tangkapan ikan laut, akhirnya Mak Tri dan suaminya banting setir dengan berbudidaya ikan bandeng dan mujair, yang dikelola di kolam buatan atau yang biasa disebut tambak. Setiap empat bulan sekali ikan-ikan itu dipanen, lalu di distribusikan ke pasar-pasar terdekat, hasil penjualan itu yang dipakai Mak Tri dan suami mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hal ini dilakukan semenjak hasil laut tidak memungkinkan untuk menjadi tumpuan perekonomian keluarga Mak Tri.
Rendahnya hasil tangkapan ikan di laut tidak hanya dialami oleh suami Mak Tri saja, beberapa nelayan di Bandungharjo mengalami nasib serupa. Hal ini membuat beberapa nelayan beralih profesi menjadi petani tambak, sebagian masih bertahan sebagai nelayan.
Mak Tri menjelaskan penyebab minimnya ikan yang diperoleh nelayan, dikarenakan rusaknya habitat ikan di wilayah pesisir Jepara terkhususnya Bandungharjo. Hal ini diakibatkan adanya aktivitas-aktivitas ekstraktif dan eksploitatif yang merusak dan mencemari laut.
Pada 2012, warga pesisir Bandungharjo dihadapkan dengan aktivitas pertambangan pasir besi di wilayah pesisir Desa Bandungharjo oleh CV Guci Mas Nusantara (GMN). Ada 14 hektare (ha) wilayah konsesi yang diberikan pemerintah. Sejak itu kehidupan Mak Tri dan warga pesisir wilayah ini tidak sama seperti dahulu. Mereka merasakan perubahan-perubahan seperti abrasi pantai yang terjadi setiap tahun dan perairan dekat pantai yang semakin mengeruh, bahkan sudah mendekat ke perkampungan. Hal ini berdampak pada pasokan air bersih, yang digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan domestik. Selain itu, ikan-ikan bermigrasi ke arah tengah menuju perairan yang lebih dalam. Tentu hal ini berdampak pada penurunan jumlah tangkapan ikan nelayan-nelayan tradisional Bandungharjo. Melihat kondisi tersebut, bersama masyarakat Desa Bandungharjo, Mak Tri turut terlibat dalam aksi penolakan terhadap operasi tambang itu yang mengakibatkan kriminalisasi 15 orang nelayan. Terdapat 13 laki-laki beserta dua perempuan teman seperjuangan Mak Tri dalam mengorganisr ibu-ibu di pesisr Bandungharjo.
“Nah pada waktu itu diambilnya pasir besi, berdampak rusaknya daerah pesisir yang diakibatkan abrasi, karena masyarakat Bandungharjo meyakini pasir besi sebagai pemfilter air asin dari laut. Air itu biasanya dimanfaatkan untuk makan, minum, masak, dan mandi. Tambang pasir juga berdampak pada tangkapan laut warga. Pada waktu itu, penolakan tambang pasir sampai berujung pembakaran alat berat, yang mengakibatkan 13 pria dan dua perempuan di tahan,” ungkap Mak Tri pada hari Minggu (15/12/2024)
Berkat perjuangan dan kegigigan Mak Tri dan warga pesisir Bandungharjo, mereka pun berhasil mengusir aktivitas tambang pasir pada 2013. Namun tak serta merta permasalahan yang dialami masyarakat Bandungharjo turut sirna. Belum selesai dampak yang diakibatkan tambang pasir besi, Mak Tri dan masyarakat Bandungharjo dihadapkan permasalahan limbah-limbah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati B. PLTU beroperasi sejak 2006 dibangun di atas lahan seluas 150 hektar, terletak di Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Jepara. Di tahun tersebut hanya terdapat dua unit mesin pembangkit listrik, tapi sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2022 mengalamai penambahan. Keseluruhan terdapat enam unit mesin pembangkit di PLTU Tanjung Jati B, total daya mencapai 4.664 Mega Watt (MW). Kebutuhan batu bara untuk bahan bakar, mencapai 7,5 juta ton per tahun. Hal ini mengakibatkan jumlah limbah yang diproduksi pun meningkat.
Meski tidak berlokasi di Bandungharjo, tapi lokasi aktivitas PLTU merupakan jalur nelayan Bandungharjo dalam menjala ikan. Kapal-kapal yang mengangkut batu bara sebagai bahan bakar utama aktivitas PLTU, terkadang jatuh ke laut di wilayah yang terdapat aktivitas nelayan. Hal ini menyebabkan jaring yang dipakai untuk menangkap ikan rusak, selain itu batu bara yang jatuh menyebabkan terumbu karang yang menjadi habitat ikan rusak. Akhirnya berdampak rendahnya hasil tangkapan nelayan.
“Pengangkutan batu bara mengakibatkan jaring-jaring nelayan rusak mas karena pada jatuh kelaut,” jelasnya.
Berhimpun Untuk Menghadapi Hal yang Tidak Mungkin
Menyadari ancaman yang datang silih berganti, Mak Tri dan teman-teman perempuan di Bandungharjo berinisiatif untuk membentuk kelompok Perempuan Nelayan Udang Sari. Disela-sela kesibukannya merawat ikan di tambak. Mak tri turut aktif di organisasi Persatuan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) dengan kelompoknya Udang Sari. Kelompok ini merupakan wadah bagi perempuan nelayan Desa Bandungharjo untuk berorganisasi, bersolidaritas, berupaya meningkatkan taraf ekonomi perempuan nelayan.
Ia menyampaikan dibentuknya kelompok Nelayan Udang Sari, sebagai upaya mengatasi permasalahan makin sulitnya mencari ikan dilaut. Melalui organisasi ini, Mak Tri bersama perempuan nelayan lainnya aktif dalam mengelola sumber pangan dan menjaga wilayah pesisir Desa Bandungharjo. Mereka mengolah dan memasarkan produk hasil laut dengan mengolah dan memasarkan produk hasil laut, seperti abon ikan, krispi udang, dan produk lainnya.
Mak Tri menambahkan jika hanya mengandalkan hasil nelayan yang tidak pasti, masyarakat-masyarakat pesisir akan mengalami keterpurukan ekonomi. Dengan adanya kelompok ini ibu-ibu di wilayah pesisir, bisa menciptakan alternatif lain guna membantu perekonomian keluarga, yang selama ini bertumpu pada hasil melaut suami.
Ia melihat sendiri bagaimana teman-temannya banyak terjerat oleh pinjaman keliling karena kondisi perekonomian yang memburuk. Sementara itu, kebutuhan sehari-hari semakin meningkat, termasuk kebutuhan pangan.
“Nelayan itu kerjaannya satu saja kalau lingkungannya sudah rusak , gak memungkinkan para nelayan berangkat bekerja. Apalagi belakangan ini perubahan cuaca nggak memungkinkan untuk menangkap ikan. Akhirnya yang merasakan dampaknya ibuk-ibuk, karena kalau suaminya pergi melaut dapat ikan diberikan ke istrinya, kalau nggak dapat ya cari sendiri. Makanya di sini banyak yang terjerat utang,” terangnya.
Aktivitas yang dilakukan kelompok Udang Sari selain membangun wacana kemandirian bagi perempuan di Bandungharjo. Mereka juga turut terlibat dalam merawat lingkungan di pesisir di tahun 2015 Mak Tri dan kelompok Udang Sari melakukan aktivitas penghijauan di kawasan pesisir Bandungharjo, seperti pohon cemara dan pohon waru. Hingga hari ini, pohon-pohon itu telah tumbuh besar dan rindang. Pantai Cemara Kasih—tempat pohon itu hidup—kini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai tempat wisata. Hal ini tentu berdampak, pada peningkatan perekonomian warga.
Lebih lanjut pada tahun 2023, bersama 10 orang perempuan nelayan lainnya, Mak Tri menjalankan koperasi usaha bersama dengan mengolah dan memasarkan produk hasil laut, seperti bandeng presto, otak-otak bandeng, terasi udang, petis, dan produk olahan lainnya. Koperasi ini diberikan nama Berkah Laut, Mak Tri menceritakan kenapa diambil nama tersebut sebagai bentuk penegasan bahwasanya masyarakat hidup dari hasil laut, jadi jangan sampai sumber penghidupan itu dirusak. Sampai saat ini, perlahan-perlahan anggota di dalamnya memiliki tabungan atas usaha mereka bersama.
Penulis : Yasin Fajar A
Editor : Musfarayani