Berlayar dari Bugis ke Karimunjawa untuk Suatu Misi
Bernama lengkap Bambang Zakaria (56) atau kerap disapa dengan panggilan Bang Jack ini merupakan pegiat lingkungan yang berasal dari Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah. Namanya cukup dikenal ketika dirinya turut serta dalam menyuarakan dampak dari pencemaran limbah tambak udang ilegal di Karimunjawa. Kasus ini sempat menimpa rekan satu perjuangannya yaitu Daniel Frits Maurits, sesama pegiat lingkungan yang dikriminalisasi atas tuduhan penyebaran informasi kebencian untuk kelompok masyarakat tertentu pada Kamis, 4 April 2024 oleh Pengadilan Negeri (PN) Jepara.
Dalam perjalanannya mengawal kasus tambak udang ilegal di Karimunjawa, Jawa Tengah, sosok Bang Jack sangat memiliki pengaruh. Terutama ketika dirinya melakukan orasi di dalam rapat kerja Komisi II DPR RI di Kantor BPN Jawa Tengah, Kota Semarang pada Jumat (29/9/2023). Dilansir dari keterangan Tribun Jateng.com, Bang Jack mengatakan bahwa rumput laut yang dulu menjadi sandaran ekonomi warga telah hancur karena limbah tambak udang vaname. Lalu, apa yang melandasi pria yang aktif dalam Koordinator Lingkar Juang Karimunjawa (LINGKAR) tersebut?
Sosok Bang Jack memiliki darah keturunan asal Bugis yang kental dengan kisah hidup nenek moyangnya sebagai seorang pelayar. Di Karimunjawa, ia merupakan keturunan keempat dari orang Bugis yang melakukan babat alas di wilayah ini. Babatan alas yang telah dilakukan oleh orang-orang Bugis di Karimunjawa diketahui sejak tahun 1940-an, bahkan sebelum itu sudah dilakukan. Hal ini ditandai dengan adanya Lakaya, dusun yang berdiri di tengah telaga.
“Saya ini keturunan orang Bugis yang keempat dari babat alas Karimun. Orang Bugis itu dulu berlayar ke sini untuk membuka suatu kehidupan. Ya, sekitar tahun 40-anlah menjelang kemerdekaan. Di situ ada Lakaya,” terangnya pada hari Rabu (11/12/2024).
Di samping itu, Bang Jack menceritakan bahwa para leluhurnya dulu membuka kehidupan di Karimunjawa untuk suatu misi. Kewajiban melanjutkan misi dari para leluhurnya yaitu untuk menjaga laut. Menurutnya bagi seorang pelayar lautan itu serupa ibu kandung sendiri. Laut memberikan kehidupan, perlindungan, dan rezeki sehingga menjaganya adalah bentuk rasa syukur dan penghormatan.
“Bagi seorang pelayar, lautan adalah ibu sejati kami,” tegas Bang Jack.
Meneruskan Pesan Para Leluhur
Misi yang diwariskan oleh para leluhurnya inilah yang melatarbelakangi Bang Jack untuk melakukan pengawalan terhadap isu-isu lingkungan di Karimunjawa, Jawa Tengah. Ia mengemban amanah yang harus diteruskan untuk anak-cucunya kelak. Meskipun, ia menyangkal bahwa dirinya sendiri bukan seorang aktivis lingkungan. Siapa pun yang telah merenggut ruang hidup warga Karimunjawa bukan karena bencana alam harus dilawan.
“Kata orang juga bahwa saya adalah seorang aktivis lingkungan. Padahal saya hanya memegang pesan leluhur kami. Kami di sana cari makan dari darat dan laut. Nah, kalau ada yang merusak itu sebagai generasi penerus, mosok mau sampai sini aja? Kan malu sama leluhur kami. Ya, kami lawan!” Tegasnya.
Beberapa pengawalan isu lingkungan yang telah dilakukan oleh Bang amenuai banyak dampak positif bagi nelayan Karimunjawa. Salah satunya, ketika terjadi penangkapan ikan oleh nelayan asing dengan menggunakan bahan peledak dan racun. Hal ini mengakibatkan rusaknya ekosistem laut di Karimunjawa. Untuk mencegah kerusakan ekosistem laut semakin parah, tindakan preventif pun juga dilakukan. Bersama rekan-rekannya, Bang Jack melalukan edukasi juga kepada para nelayan di sana.
“Pertama, dulu yang tangkap ikan secara ugal-ugalan menggunakan bom dan racun. Benda-benda ini berasal dari luar, bukan dari kami. Mereka itu yang mengajari kami. Andaikan karang bisa dimakan, ya kami makan. Itu alhamdulillah sudah berkurang.”
Satu persoalan selesai bukan berarti persoalan lain tidak ada. Seusai berhasil menangani satu isu, Bang Jack dihadapkan lagi oleh persoalan kapal tongkang batu bara yang memasuki zona tangkap para nelayan. Singgahnya kapal ini di Karimunjawa telah merusak banyak terumbu karang. Rusaknya terumbu karang membuat ikan-ikan yang berada di sekitar zona tangkap bermigrasi ke tempat lain sehingga mempersulit para nelayan.
Semakin kompleks sebuah persoalan membuat Bang Jack harus berurusan dengan pemangku kebijakan. Sebab, pemangku kebijakan seperti pemerintah memiliki peran di balik berlabuhnya kapal tongkang batu bara di Karimunjawa. Secara tidak langsung kapal tersebut berlindung di bawah naungan para pemangku kebijakan.
“Terus nggak lama kemudian, Karimunjawa itu disinggahi oleh kapal tongkang batu bara. Ini juga merusak. Kalau begini ini itu sudah berurusan sama pemangku kebijakan. Soalnya mereka juga berlindung, makanya kami awasi. Saya juga laporin ini ke mana-mana agar ada yang mengatur zona labuhnya,” tukasnya.
Bang Jack tidak hanya menyoroti perihal dampak kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh kapal tongkang batu bara saja. Tetapi, ia juga melihat dampak lain dari batu baru yang terkena rembesan air hujan. Aliran air yang keluar dari rembesan batu bara mengakibatkan laut berwarna hitam pekat dan tercemar.
“Ya, karena bukan hanya dampak tabraknya saja. Tapi batu baranya juga yang kalau turun hujan itu kan airnya mengalir sampai ke laut. Itu yang tidak dihitung oleh mereka, teman-teman Balai Taman Nasional. Itu mencemari biodata-biodata laut yang ada. Airnya menghitam itu!”
Berdasarkan dengan hasil rundingan dengan para pemangku kebijakan. Muncullah sebuah regulasi baru yang mengatur agar kapal tongkang batu bara tidak masuk ke kawasan tangkap nelayan. Meskipun dalam aturan sudah tertera, beberapa dari mereka masih ada yang ingkar secara sembunyi-bunyi. Hingga pada akhirnya, persoalan lingkungan di Karimunjawa pun merambat hingga ke kasus pencemaran limbah dari tambak udang terhadap rumput laut. Bang Jack merasa bahwa kasus ini merupakan kasus terberat yang pernah dialami oleh dirinya. Menurutnya banyak orang yang terlibat dalam kasus ini, mulai dari warga sendiri dan para pemangku kebijakan.
“Wah, itu alot sekali. Sebab, pemangku kebijakan membiarkan dan masyarakat diracuni oleh uang. Kami berteriak pun dibiarkan. Ya, akhirnya kami hanya bisa berteriak lewat sosial media. Kerusakannya sungguh luar biasa. Masyarakat kami dirusak, sosial-ekonomi, dan alam kami juga.”
Menyoal Dampak Perubahan Iklim Terhadap Nelayan Karimunjawa
Nelayan-nelayan di Kepulauan Karimunjawa tidak hanya menghadapi persoalan lingkungan saja, tetapi juga dampak dari perubahan iklim. Perubahan iklim membawa perubahan pola terhadap musim tangkap. Menurut Bang Jack para nelayan di sana terkena dampak dan sudah tidak bisa memprediksikan hasil tangkap setiap pergi melaut.
“Itu kita kena dampak. Kami Sudah tidak bisa melakukan hitung-hitung lagi, itu sudah meleset,” ujarnya.
Dahulu para nelayan di Karimunjawa masih bisa memperhitungkan musim, kapan mereka harus pergi menangkap ikan dan kapan harus kembali. Di tambah lagi dengan pola ombak yang bisa bertambah besar sewaktu-waktu. Hal ini tentu mengancam keselamatan nelayan ketika pergi melaut. Di samping itu juga, ombak yang besar dapat mempengaruhi daya tangkap ikan bagi para nelayan.
“Patokan kami ya itu. Setelah perubahan cuaca yang tidak menentu ini kami bingung. Meskipun begitu, kami tetap melaut dengan kapal yang sudah dirancang dengan ketahanan ombak.”
Terjadinya perubahan iklim tidak membuat para nelayan patah arang. Mereka tetap pergi melaut dengan kapal yang sudah dirancang ketahanannya. Sebab, nelayan di Karimunjawa juga tidak ingin kalah saing dengan nelayan asing yang sudah menggunakan alat tangkap lebih canggih dari mereka. Menurut Bang Jack pemicu lain berkurangnya daya tangkap nelayan di Karimunjawa ini karena para nelayan asing .
“Mereka berasal dari Jakarta, Tegal, Rembang, dan lain sebagainya menggunakan alat-alat canggih. Tapi kami tetap melaut dan tidak ingin diam,” tegas Bang Jack.
Penulis : Radit Bayu Anggoro
Editor : Musfarayani