PELESTARIAN LAUT Perkuat Kearifan Lokal
PELESTARIAN LAUT
Perkuat Kearifan Lokal
Jakarta, Kompas – Kearifan masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya pesisirnya terbukti selama turun-temurun mampu menjamin keberlanjutan kehidupannya. Pemerintah diminta memperkuat dan memberdayakan kearifan lokal ini.
Demikian petisi berjudul “Lestarikan Laut dengan Kearifan lokal; Bukan Utang atau Bantuan Asing” yang disebarkan secara daring oleh Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Rabu (10/7). Petisi ini pada 31 Juli akan diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Kami mendesak Presiden untuk mengedepankan dan memastikan pengelolaan sumber daya laut berdasarkan kearifan lokal yang sudah dilakoni masyarakat adat dan nelayan tradisional di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia,” kata Abdul Halim, Sekjen Kiara.
Ia menyatakan, pengelolaan sumber daya laut yang lestari dan berkelanjutan diterapkan sejak abad ke-16 oleh masyarakat adat yang tersebar di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Kiara menunjukan sejumlah contoh kearifan lokal yang masih berjalan, seperti sasi di Maluku, Bapongka di Sulawesi Tengah, Awig-awig di Bali dan Nusa Tenggara Barat, serta Ola Nua di Nusa Tenggara Timur.
“Model pengelolaan ini dilakukan secara swadaya dengan partisipasi aktif semua anggota masyarakat. Ini tidak perlu dana utang,” kata Abdul Halim.
Masyarakat perikanan tradisional menyadari kelestarian dan keberlanjutan sumber daya ikan merupakan prasyarat terwujudnya kehidupan yang sejahtera dan adil. Apalagi mereka mendapat manfaat sumber daya laut bagi kehidupannya.
“Berbeda dengan kawasan konservasi perairan yang ditetapkan semau pemerintah semata-mata untuk mendapatkan pinjaman asing dan citra positif di level internasional,” ujarnya.
Pusat Data dan Informasi Kiara (Juni 2013) mencatat proyek konservasi di laut Indonesia yang didanai asing, di antaranya program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (Coremap II 2004-2011) mencapai lebih dari Rp. 1,3 triliun, sebagian besar bersumber dari utang Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB).
Dia mengatakan, berdasarkan Laporan BPK 2013, program konservasi terumbu karang justru tak efektif dan ada kebocoran dana. Kini, Kementerian Kelautan dan Perikanan melanjutkan proyek coremap III periode 2014-2019 dengan menambah utang konservasi baru sebesar 80 juta dollar AS dari Bank Dunia dan ADB.
Terkait pinjaman asing pada program konservasi perairan, beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan pulau-pulau kecil kementerian Perikanan dan Kelautan Sudirman Saad meminta untuk dilihat secara seimbang. “Memang harus diakui proyek Coremap ada loan, tetapi struktur grant juga tinggi. Contoh, program Coral Triangle Initiative grant semua,” ujarnya.
Upaya konservasi juga menjadi komitmen Indonesia melalui target 20 juta hektar kawasan konservasi laut pada 2020. Kini, luas kawasan sekitar 15 juta hektar.
Abdul Halim mengkhawatirkan program ini mengesampingkan nelayan tradisional dan masyarakat adat serta mengubur kearifan lokal. Kiara menyusun petisi untuk mendesak presiden mengedepankan dan memastikan pengelolaan sumber daya laut berdasarkan kearifan lokal.
Desakan lain, mengevaluasi proyek konservasi laut yang terbukti membebani keuangan negara dan menghentikan skema pembiayaan konservasi laut berbasis utang. (ICH)
Sumber: Harian Kompas, Kamis, 11 Juli 2013, Halaman 13