KIARA: Pengelolaan Perikanan ala Kolonial dan Belum Menyejahterakan Nelayan
Siaran Pers
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan
Hari Perikanan Sedunia 2013
KIARA: Pengelolaan Perikanan ala Kolonial dan Belum Menyejahterakan Nelayan
Jakarta, 21 November 2013. Setiap tanggal 21 November, masyarakat nelayan merayakan Hari Perikanan Sedunia untuk mensyukuri karunia Tuhan YME dan mengingatkan pemerintah mengenai pentingnya menjaga keberlanjutan sumber daya ikan dan penyejahteraan nelayan.
Sedikitnya 1.000 masyarakat nelayan, baik laki-laki maupun perempuan, bersama KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan) menyelenggarakan parade perahu nelayan, pameran (terapung) bahari, pentas seni pesisiran, tanam mangrove, tebar bibit ikan di laut, pemasangan ban bekas di pesisir pantai, lomba memasak ikan parende, festival makan ikan, penandatanganan petisi “Laut Lima Koma Delapan Juta”, dan pembacaan deklarasi “Sejahtera Itu Hak!”.
Kegiatan ini serentak dilakukan di Jakarta Pusat (DKI Jakarta), Indramayu (Jawa Barat), Jepara (Jawa Tengah), Pangkal Pinang (Bangka Belitung), Langkat (Sumatera Utara), Bau-bau (Sulawesi Tenggara) dan Manado (Sulawesi Utara).
Tema yang diusung adalah “Di Laut Kita Sejahtera”. Pesan ini merupakan cerminan dari belum beranjaknya pola pembangunan Indonesia sebagai negeri bahari. Indikasinya, teralienasinya warga antarpulau, proyek jembatan lebih semarak ketimbang penyediaan transportasi laut, dan karunia kekayaan sumber daya ikan yang belum menyejahterakan 2,74 jiwa nelayan.
Selama 12 tahun terakhir, Pusat Data dan Informasi KIARA mencatat pola pengelolaan perikanan nasional masih berkarakter kolonial dan belum menyejahterakan nelayan, di antaranya: (i) banyak indikasi korupsi; (ii) memperkaya juragan dan menelantarkan nelayan; (iii) menggusur nelayan dan merusak ekosistem pesisir dan laut atas nama reklamasi pantai, perluasan kawasan konservasi dan pertambangan; (iv) memfasilitasi asing dan mengebiri hak konstitusional nelayan; (v) membuat kebijakan tumpang tindih sehingga memandulkan penegakan hukum; dan (vi) program peningkatan kesejahteraan nelayan bagus di atas kertas, tapi nol dalam implementasinya.
Meningkatnya konsumsi ikan nasional, yakni sebesar 28 kg/kapita per tahun (2008) menjadi 35,14 kg/kapita per tahun (2013) menggambarkan kian strategisnya sumber daya ikan bagi upaya pencerdasan kehidupan bangsa. Ia tak bisa lagi dipandang sebatas komoditas ekspor, melainkan juga erat terkait dengan politik, budaya dan religiusitas masyarakat Indonesia. Dalam konteks ini, upaya yang mesti ditempuh adalah mendahulukan kepentingan nasional sebagaimana diamanahkan oleh UUD 1945, yakni pertama, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; kedua, memajukan kesejahteraan umum; ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa; dan keempat, mewujudkan keadilan sosial bagi masyarakat, khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.***
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:
Ning Swatama Putridhanti, Koordinator Pengelolaan Pengetahuan (Jakarta)
di +62 878 8172 1954
Selamet Daroyni, Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan (Jakarta)
Ahmad Marthin Hadiwinata, Koordinator Bidang Advokasi Hukum dan Kebijakan (Manado)
Abdul Halim, Sekjen KIARA (Indramayu) di +62 815 53100 259