Pengelolaan Perikanan Berkarakter Kolonial

Pengelolaan Perikanan Berkarakter Kolonial

 

DUTAonline, JAKARTA – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mencatat selama 12 tahun terakhir, pola pengelolaan perikanan nasional masih berkarakter pada kolonial, bahkan belum mampu menyejahterakan nelayan. Hal ini terjadi karena banyak indikasi korupsi di perikanan, bahkan pengelolaan perikanan hanya memperkaya juragan dan menelantarkan nelayan.
“Lebih menyedihkan lagi, pengolaan perikanan kini menggusur nelayan dan merusak ekosistem pesisir dan laut atas nama reklamasi pantai, perluasan kawasan konservasi dan pertambangan,” papar Sekretaris Jenderal KIARA, Abdul Halim di Jakarta, Kamis (21/11/2013).
Selain itu, lanjut Halim, pengelolaan perikanan lebih memfasilitasi asing dan mengebiri hak konstitusional nelayan. Juga membuat kebijakan tumpang tindih sehingga memandulkan penegakan hukum. “Program peningkatan kesejahteraan nelayan bagus di atas kertas, tapi nol dalam implementasinya,” paparnya serius.
Menurutnya, meningkatnya konsumsi ikan nasional, sebesar 28 kg/kapita per tahun (2008) menjadi 35,14 kg/kapita per tahun (2013), menggambarkan kian strategisnya sumber daya ikan bagi upaya pencerdasan kehidupan bangsa. Ia tak bisa lagi dipandang sebatas komoditas ekspor, namun erat terkait dengan politik, budaya dan religiusitas masyarakat Indonesia.
“Memang kesejahteraan para nelayan Indonesia, masih jauh dari harapan. Ini yang harus menjadi perhatian bersama bagaimana meningkatkan ekonomi dan pendapatan para nelayan. Dan berteman setiap tanggal 21 November, merayakan Hari Perikanan Sedunia, yang diharapkan nasib nelayan juga terangkat,” harapnya.
Sedikitnya 1.000 masyarakat nelayan, laki-laki dan perempuan, bersama KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan) menyelenggarakan parade perahu nelayan, pameran (terapung) bahari, pentas seni pesisiran, tanam mangrove, tebar bibit ikan di laut, pemasangan ban bekas di pesisir pantai, lomba memasak ikan parende, festival makan ikan, penandatanganan petisi “Laut Lima Koma Delapan Juta”, dan pembacaan deklarasi “Sejahtera Itu Hak!”.
Kegiatan ini serentak dilakukan di Jakarta Pusat (DKI Jakarta), Indramayu (Jawa Barat), Jepara (Jawa Tengah), Pangkal Pinang (Bangka Belitung), Langkat (Sumatera Utara), Bau-bau (Sulawesi Tenggara) dan Manado (Sulawesi Utara).
Tema yang diusung “Di Laut Kita Sejahtera”. Pesan ini merupakan cerminan dari belum beranjaknya pola pembangunan Indonesia sebagai negeri bahari. Indikasinya, teralienasinya warga antarpulau, proyek jembatan lebih semarak ketimbang penyediaan transportasi laut, dan karunia kekayaan sumber daya ikan yang belum menyejahterakan 2,74 jiwa nelayan, sambungnya. (ndy)

Sumber: http://dutaonline.com/21/11/2013/pengelolaan-perikanan-berkarakter-kolonial/