Arah Evaluasi Tak Jelas: KSTJ Masukkan Kontra Memori Banding di PTTUN Pekan Depan

JAKARTA, KOMPAS – Arah evaluasi proyek reklamasi Teluk Jakarta dinilai masih belum jelas. Evaluasi tim Komite Gabungan yang seharusnya menekan penelitian terhadap dampak menyeluruh reklamasi belum dilakukan. Koordinasi tim juga dinilai tak sesuai aturan yang berlaku.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim, Minggu (14/8), menuturkan, arah evaluasi reklamasi oleh tim Komite Gabungan semakin tak jelas. Hal itu terutama setelah ada wacana koordinasi evaluasi berada di bawah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

“Evaluasi dari tim Komite Gabungan perlu diperjelas dahulu. Sejauh ini belum menyentuh substansi reklamasi. Rancunya lagi, koordinasinya akan dilimpahkan kepada Bappenas, padahal Bappenas hanya fungsi perencanaan, bukan eksekutor. Dugaan sementara, tim komite gabungan bekerja untuk merelegitimasi reklamasi., juga NCICD,” ucap Halim mengacu pada proyek raksasa Pengembangan Kawasan Pesisir Terintegrasi Ibu Kota Nasional (NCICD).

Sebelumnya telah terungkap bahwa pasca perombakan kabinet beberapa waktu lalu, pemerintah pusat berencana mengalihkan koordinasi Komite Bersama Reklamasi Pantai Utara Jakarta (KBRJ) dari Kementerian Koordinator Maritim dan Sumber Daya ke Bappenas.

Dengan pengalihan tersebut, formatur tim KBRJ yang bertugas mengharmonisasi tumpang tindih kebijakan reklamasi akan berubah. Pengalihan tim KBRJ ke Bappenas juga terjadi karena proyek reklamasi itu terintegrasi dengan megaproyek NCICD (Kompas, 6/8 ).

Bappenas sendiri memiliki tanggung jawab untuk menyusun rencana pembangunan nasional. Dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 disebutkan, untuk mengurangi daya rusak air, solusinya adalah menyelenggarakan pembangunan dan pengelolaan daerah pesisir secara terpadu, salah satunya NCICD.

Padahal, kata Halim, telah ada putusan pengadilan yang membatalkan proses reklamasi di satu pulau, yaitu Pulau G. Idealnya komite bekerja untuk mengoreksi relevansi pembangunan di Teluk Jakarta.

Fokus evaluasi komite juga dinilai belum menyentuh substansi dari reklamasi itu sendiri, yaitu kehidupan nelayan dan warga pesisir.

“Penekanannya mesti alternatif pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mengakomodasi kepentingan masyarakat pesisir di sekitar Teluk Jakarta,” ujarnya.

Komite Gabungan itu sendiri telah bekerja sejak April lalu di bawah koordinasi Kemenko Maritim. Pada akhir Juni, tim telah mengeluarkan sejumlah kesimpulan, di antaranya membatalkan reklamasi Pulau G, tidak melanjutkan 13 pulau, dan memberi catatan terhadap tiga pulau yang telah ada.

Keputusan ini lalu menjadi polemik karena salah satunya tak diikuti surat resmi. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mempertanyakan hal ini. Apalagi, dari dokumen rapat tim komite, tak ada yang menyebutkan ada pembatalan Pulau G.

Memori banding

Sementara itu, Tim Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) segera memasukkan kontra memori banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta terkait dengan banding Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan PT Muara Wisesa Samudra (MWS) terhadap putusan hakim PTUN Jakarta yang membatalkan surat izin pembangunan Pulau G, 31 Mei lalu. PT MWS adalah pengembang Pulau G.

Kuasa Hukum KSTJ Martin Hadiwinata mengungkapkan, kontra memori banding itu akan dimasukkan pekan depan.

“Poin kontra memori tentunya menjawab banding, baik yang disebutkan dalam pokok perkara maupun di luar perkara. Untuk di luar perkara, misalnya, dikatakan gugatan telah kedaluwarsa, padahal penggugat tidak telat waktu dan hal itu telah dijawab dalam pengadilan tingkat pertama,” ucap Martin. (JAL)

Sumber: Kompas, 15 Agustus 2016. Halaman 27