Kiara : Konservasi Kelautan Bebani Keuangan Negara
Kiara : Konservasi Kelautan Bebani Keuangan Negara
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan bahwa program konservasi kelautan membebani keuangan negara dan berpotensi meminggirkan kearifan lokal dari para nelayan tradisional.
‘Dalam pelaksanaannya, program konservasi terumbu karang justru tidak efektif dan terjadi kebocoran dana berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan 2013,’ kata Sekjen Kiara Abdul Halim, Selasa.
Abdul Halim mengaku heran bahwa dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) malah ingin melanjutkan proyek COREMAP III periode 2014-2019 dengan menambah utang konservasi baru sebesar 80 juta dolar AS dari Bank Dunia dan ADB.
Selain itu, menurut dia, penetapan kawasan konservasi perairan juga memicu konflik horizontal karena mengenyampingkan partisipasi aktif nelayan tradisional dan masyarakat adat, serta mengubur kearifan lokal yang sudah dijalankan secara turun-temurun di Indonesia.
‘Pengelolaan sumber daya laut yang lestari dan berkelanjutan sudah diterapkan sejak abad ke-16 oleh masyarakat adat yang tersebar di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia,’ katanya.
Kiara mencatat di antaranya Sasi di Maluku, Bapongka di Sulawesi Tengah, Awig-awig di Bali dan Nusa Tenggara Barat, serta Ola Nua di Nusa Tenggara Timur.
Ia mengungkapkan, model pengelolaan ini dilakukan secara swadaya dengan partisipasi aktif seluruh anggota masyarakat dan bahkan tidak membutuhkan dana utang.
Hal tersebut karena masyarakat perikanan tradisional dinilai menyadari bahwa kelestarian dan keberlanjutan sumber daya ikan merupakan prasyarat terwujudnya kehidupan yang sejahtera dan adil.
Apalagi, lanjutnya, mereka mendapati betapa besarnya manfaat sumber daya laut bagi kehidupannya dan berbeda dengan kawasan konservasi perairan yang ditetapkan untuk mendapatkan pinjaman asing dan citra positif di level internasional.(ant/rd)
Sumber: http://www.ciputranews.com/